Selasa, 20 Maret 2012

Ahlus Sunnah Bukan Penyebab Disintegrasi dalam Soal Sunni-Syi’ah


Penanganan kasus Syiah di Sampang-Madura yang meresahkan warga masyarakat, menjadi perhatian serius Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI).

Kajian MIUMI memandang, selama ini pemerintah Republik Indonesia dan elit politik di negeri ini sering memanfaatkan dukungan suara umat Islam yang mayoritas dalam setiap kebijakan pembangunan Indonesia, namun pemerintah dan elit politik justru lalai dan tak peduli untuk melindungi akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang dianut oleh mayoritas umat Islam. Demikian rilis MIUMI yang dikirim ke kantor redaksi.

Menurut MIUMI, akidah bagi umat adalah persoalan hak asasi yang paling fundamental. Bahkan akidah Ahlus Sunnah Wal jamaah itu telah menyatu tertanam kuat menjadi bagian terpenting kultur Islam di Indonesia. Umat yang terusik akidahnya bisa melakukan apa pun untuk membela dan mempertahankan akidah yang dianutnya.

Karenanya, sejalan dengan fungsi dan tugas MIUMI yang bertujuan membangun dan memperkuat otoritas fatwa ulama dan lembaga keulamaan di tanah air, maka MIUMI menyampaikan beberapa pernyataan sikap.

Pertama, mendukung dua (2) Fatwa tentang ajaran Syi’ah, baik yang dikeluarkan oleh MUI Kab. Sampang maupun MUI Propinsi Jawa Timur sebagai pedoman bagi umat Islam Indonesia untuk mengetahui penyimpangan ajaran Syi’ah.
Kedua, menghimbau kepada pemerintah dan masyarakat luas untuk mematuhi fatwa tersebut dalam upaya untuk melindungi dan mempertahankan akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Ketiga, meminta kepada para penganut ajaran Syi’ah (Imamiyah Itsna ‘Asyariyah/ Ja’fariyah) untuk Ruju’ ila al-Haqq dan meninggalkan ajaran-ajaran Syi’ah yang menyimpang dan menyesatkan.
Keempat, meminta kepada ormas-ormas Islam dan para alim ulama seluruh Indonesia untuk meningkatkan persatuan dan persaudaraan dalam upaya melawan politik adu domba dan perpecahan opini terkait ajaran Syi’ah di Indonesia.
Kelima, menolak klaim dan tuduhan sesat bahwa umat Islam Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah penyebab disintegrasi bangsa dalam soal Sunni-Syi’ah. Sebaliknya, kaum Syi’ah di Indonesia lah penyebabnya, karena telah menyerang dan menistakan pokok-pokok keyakinan Ahlus Sunnah terkait status Al-Qur’an, kehormatan para Sahabat dan Isteri Rasulullah Shallahu ‘Alaihu Wassalam, kema’shuman imam, dan juga sebagian aspek syari’ah Islam.

Fatwa MUI
Seperti diketahui, pasca peristiwa pembakaran rumah pendakwah Syiah Tajul Muluk dan beberapa fasilitas lainnya yang terjadi pada 29 Desember 2011, pada tanggal 1 Januari 2012 Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Sampang telah mengeluarkan Fatwa No. 035/MUI/Spg/I/2012 tentang Ajaran yang disebarluaskan Sdr. Tajul Muluk di Kec. Omben Kab. Sampang, kemudian tanggal 21 Januari 2012 MUI Propinsi Jawa Timur menindaklanjuti dan memperkuatnya dengan Keputusan Fatwa MUI Jawa Timur No. Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012 tentang Kesesatan Ajaran Syi’ah. Alhamdulillah, Fatwa dari kedua institusi ulama yang dihormati oleh masyarakat Madura dan Jawa Timur itu mampu meredam aksi massa paska Kasus Syi’ah di Sampang yang sempat menjadi isu nasional menjelang pergantian tahun lalu.

Oleh karena itu, MIUMI mengungkapkan terimakasih kepada para ulama Madura dan Jawa Timur yang cepat tanggap menyikapi ajaran Syi’ah di Sampang sebagai bentuk tanggung jawab keulamaan dalam membimbing umat.
Tajul Muluk

Sementara itu, ustadz pembawa ajara Syiah di Sampang, Tajul Muluk telah ditetapkan sebagai tersangka sesuai Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) nomor Sp.Sidik/47/I/2012/Ditreskrimum, tertanggal 27 Januari 2012 dan surat pemanggilan nomer S.Plg/626/III/2012/Ditreskrimum, tertanggal 16 Maret 2012.

Kepolisian Daerah (Polda) Jatim telah menetapkan pembawa ajaran Syiah di Sampang itu sebagai tersangka dalam kasus penodaan agama.*

Sumber: Hidayatullah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar