Kamis, 15 Maret 2012

Prinsip Hidup Seorang Pembelajar Sejati

  By: Abu Muhammad Abdullah Al-Munawy
(Ketua Umum Fosmim Makassar)

Dalam suatu kesempatan Training Motivasi yang kami ikuti, seorang trainer nasional mengatakan “ jangan engkau bersedih dengan satu kekurangan,tetapi berbahagilah dengan sejuta kelebihan yang Allah berikan kepadamu”. Ya, sebuah kalimat yang menggugah bagi orang orang yang meyakini akan kelebihan yang Allah berikan kepada manusia.
Allah subhanahu wata’ala telah memuliakan manusia dibanding makhluk-makhluk yang lain baik dari aspek fisik maupun non-fisik. Dari segi fisik Allah subhanahu wata’ala menciptakan manusia dengan bentuk yang paling sempurna sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah At-Tiin ayat 4 “sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Sehingga tidak salah dalam sebuah kesempatan saat mengisi kajian di Unhas, Ustadz Adian Husaini pernah mengatakan bahwa sekiranya dicari monyet yang paling ganteng, akan lebih ganteng lagi manusia yang paling jelek”. Walaupun kita sama-sama ketahui bahwa ukuran kemuliaan manusia tidak Allah letakkan pada fisiknya karena setampan-tampannya dan secantik-cantiknya cowok dan cewek korea suatu saat akan keriput dan mati juga. Ketahuilah bahwa sebaik-baik dari kita dihadapan Allah adalah yang paling bertakwa. Begitu firman Allah dalam A-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 13 yang artinya “…Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu,…”
Lebih lanjut dari pada itu, jika dibandingkan dengan semua makhluk ciptan Allah yang lain, manusia juga merupakan makhluk yang paling mulia ditinjau dari sisi hakikat penciptaannya. Manusia dianugrahi oleh Allah dengan potensi akal dan nafsu. Berbeda dengan malaikat yang hanya diberi potensi akal oleh Allah yang di format untuk senantiasa taat kepada Allah. Begitu pula dengan binatang hanya diberi potensi nafsu tanpa adanya akal. Sehingga para ulama kita mengatakan bahwa manusia bisa lebih mulia dari malaikat dan sebaliknya bisa lebih hina dari binatang. Kenapa demikian? Tentu saja karena malaikat wajar taat kepada Allah karena memang tidak ada potensi untuk bermaksiat. Begitu pula binatang amatlah  wajar bisa melakukan sesuatu seenaknya tanpa aturan karena memang tidak memiliki akal walaupun kadang binatang bisa bermanfaat bagi manusia namun hal itu tidak didasari oleh akal tetapi naluri yang juga bagian dari Ilmu Allah.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa orang yang bisa mengarahkan akalnya sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasulnya serta bisa mengekang hawa nafsunya ia akan lebih mulia dari malaikat dan sebaliknya manusia yang tidak menggunakan akal dan memperturutkan hawa nafsunya maka orang tersebut akan lebih hina dari binatang ternak sebagaimana digambarkan oleh Allah dalam surah Al-A’raf ayat 179 yang artinya “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
Kembali pada goresan awal di paragraf pertama tulisan ini bahwa setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun yakinlah bahwa, kelebihan yang kita punyai jauh lebih banyak dari kekurangan kita. Inilah yang tidak disadari oleh manusia yang tidak mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi dirinya yang dalam ilmu psikologi sering diistilahkan dengan “ self reflection” atau refleksi diri. Kita dapati banyak orang yang terus mengeluh dengan kekurangan yang ada dalam dirinya sehingga tidak berpikir untuk memperbaiki dirinya. Namun ada juga orang yang hanya puas dengan satu atau beberapa kelebihannya dan tidak mau belajar banyak dari kelebihan orang lain sehingga diapun lupa akan kelemahan atau kekurangannya.
Beginilah prinsip hidup seorang pembelajar abadi yang kami dapatkan dari salah seorang senior di LDK MPM Unhas yang diilhami pula oleh SMS beliau bahwa “Teladan para ikhwa; Tujuan: 1) untuk mengambil/copy kelebihan orang lain. 2) mengubur sifat puas dengan kelebihan pribadi yang telah ada dan menganggap diri paling ideal, tidak jujur/objektif atas kelebihan orang lain dan tidak mau mengambilnya. 3) memicu gerakan percepatan perubahan kualitas diri. 4) mengubur potensi dengki,negatif thinking (1 kesalahan tidak pantas menghapus kelebihan yang banyak). 5) mempererat ukhuwah.
Kalau dibuat dalam bentuk rumus yang baku, prinsip hidup seorang pembelajar sejati dapat diilustrasikan sebagai berikut:
1.      Dari Si A, Saya belajar bagaimana pentingnya semangat dalam menggerakkan orang lain
2.      Dari Si B, Saya belajar bagaimana bersikap tenang dan dewasa dalam berpikir dan bertindak
3.      Dari Si C, Saya belajar pentingnya tawadhu
4.      Dari Si D, Saya belajar bagaimana cara menulis
5.      Dari Si E, Saya belajar totalitas dan mujahadah dalam dakwah
6.      Dari Si F, Saya belajar bagaimana memiliki perencanaan yang matang dalam mewujudkan sesuatu
7.      Dari Si G, Saya belajar tentang pentingnya akhlak dalam pergaulan
8.      Dari Si H, Saya belajar metode kepemimpinan
9.      Dari Si I, Saya belajar pentingnya skill komunikasi dan retorika dalam menopang dakwah
10.  Dari Si J, Saya belajar bagaimana memanfaatkan media untuk mendukung dakwah
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa A+B+C+D+E+F+G+H+I+J =  SAYA
Namun perlu diingat sebagai catatan penting bahwa tidak ada manusia yang ma’sum tanpa noda dan dosa di dunia ini kecuali Rasulullah Muhammad Shallallhu ‘alaihi Wasallam, apatah lagi di zaman yang penuh fitnah dan ujian ini, kadang kita melihat seseorang begini awalnya, namun lain waktu orang tersebut berlaku begini, jadi begini dan begitulah, sebagaimana perkataan imam Adz-Zahabi Rahimahullah “ Kesempurnaan bagi manusia adalah dusta”. Begitu pula perkataan dari Fudhail bin ‘Iyad Rahimahullah “ Kalau kalian ingin mencari teman yang tanpa cacat (kekurangan) maka lebih pantas kalian tinggal sendiri karena kalian tidak akan pernah mendapatkan teman” Yang jelas hanya Allah kemudian diri kita sendirilah yang tahu bagaimana diri kita sebenarnya. Wallahu a’lam bi Showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar