Sudah menjadi tradisi umum bahwa akhir tahun dijadikan oleh kebanyakan orang untuk mengevaluasi kembali apa-apa yang telah dilakukan selama setahun sebelumnya. Tentu tujuannya untuk menjadi pelajaran dalam rangka menyusun strategi dan mimpi mimpi di tahun berikutnya. Selain itu, momen akhir tahun juga dijadikan oleh sebagian orang untuk bermuhasabah atas kesalahan-kesalahan yang lalu, walaupun sebenarnya muhasabah atas segala dosa tidak mesti menunggu akhir tahun namun harus sepanjang waktu bahkan sampai kita meninggal dunia.
Maksud 10 cara dalam tulisan ini adalah sepuluh media
yang dapat menghapus dosa, kesalahan, dan maksiat. Ulama yang pertama kali
menyusun secara sistematis adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliaulah yang
menulis 10 penghapus dosa berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadits. Karya ini kemudian diberi judul Raf’u al-Malaam ‘an
‘A’immah al-A’laam.
Sebelum memaparkan 10 cara ini, sebagaimana
Ibnu Taimiyyah, kami terlebih dahulu menjelaskan kenapa kita selalu berbuat
dosa. Baik pagi maupun sore hari. Baik duduk maupun berdiri. Hal ini terjadi
karena kita tercipta dari tahah; materi yang salah satu sifatnya adalah goncang
dan mudah bergerak. Tapi setelah bersalah, berdosa, dan berbuat durhaka, Allah
Swt membuka sepuluh pintu untuk kita. Berikut ini adalah 10 cara menghapus dosa
yang berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah yakni:
1.
Istighfar
2.
Tobat
3.
Kebaikan-kebaikan
yang dapat menghapus kesalahan sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an “
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu akan menghapus (dosa) perbuatan-perbuatan
buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. (QS. Hud [11]: 114)
4.
Musibah.
Musibah yang tertinggi adalah kematian dan yang terendah adalah tertusuk duri
di jalan serta sengatan matahari yang bersinar terik.
5.
Do’a
orang-orang mu’min
6.
Proses
pencabutan nyawa berikut sakaratul maut yang luar biasa. Kita memohon kepada
Allah agar memelihara kita dari
dahsyatnya kejadian ini. Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu
7.
Siksa
kubur, tahukah kita apa itu siksa kubur? Siksa kubur inilah yang menjadikan
hati orang-orang yang mengesakan Allah terlepas, dan hampir saja membuat
ruh-ruh para ahli ibadah berterbangan meskipun mereka semua memiliki satu
keyakinan.
8.
Kekhawatiran
berjumpa dengan Allah Swt. Yaitu saat kita bangkit dari kubur dalam keadaan
menangis, berdosa, menanggung kesalahan dan kemaksiatan, kemudian kita
berangkat menuju pemeriksaan Allah Swt.
9.
Syafa’at
dari Rasulullah saw, dari para wali, orang-orang saleh, sebagaimana yang
ditetapkan oleh ulama Ahlussunnah wal Jama’ah
10. Inilah penghapus yang terakhir yang
merupakan Rahmat dari Yang Maha Pemurah, Ketika semua rahmat telah berakhir,
semua pintu sudah tertutup, segala kekuatan manusia sudah berakhir, yang
tersisa hanyalah kekuatan Allah Yang Mahaesa, kemudian datanglah rahmat Allah Swt
yang memberi rahmat, pertolongan, dan kelembutan. Rahmat dari Allah inilah
akhir dari perjalanan hidup manusia.
Kemudian menurut Ibnu Taimiyah, orang yang luput dari 10 sarana ini benar-benar akan mendapatkan siksa neraka, terusir dari hadapan Allah sebagaimana unta yang terusir dari kelompoknya. Dia kabur dari Allah sebagaimana budak yang kabur dari tuannya. Lantas bagaimana cara kita menangkal maksiat? Penghalang dan perintang ini dalam bahasa pakar peperangan dinamakan garis-garis defensif. Menurut para ulama, penghalang ini ada 4 macam dan semuanya dapat melindungi kita agar tidak terperosok dalam jurang maksiat. Jika semua penghalang ini berkumpul dalam diri kita, Allah pasti meluruskan keadaan kita, memberi pertolongan, dan memelihara kita.
Pertama, al- Muraaqabatullah yaitu rasa diawasi oleh Allah Yang Maha Hidup dan tidak pernah tidur. Allah berfirman “Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat),dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. (QS. asy-Syu’ara [26] : 218-219).
Kedua, merasakan keagungan Allah dan keagungan berdiri dihadapan-Nya. Sebab, dengan merasakan dan membayangkan keduanya, kita akan jauh dari maksiat dan kembali kepada Allah dalam keadaan tenang dan damai. Ibnu Rajab mengisahkan bahwa suatu hari ‘Abdul Ghani yang dimasukkan ke dalam penjara bersama orang2 Yahudi. Pada malam hari, dia mendirikan shalat 2 rakaat sambil menangis. Bahkan, suara bacaanya kalah keras oleh tangisanya. Abdul Ghani berwudhu, shalat 2 rakaat dan menangis lagi, Begitulah terus aktivitasnya hingga pagi. Karena tergugah dengan aktivitas tersebut semua orang Yahudi yang dipenjara dengannya langsung masuk Islam.
Ketiga, ingat mati dan kejadian setelah kematian. Ini adalah penghalang yang paling besar bagi orang-orang yang mengesakan Allah, sekaligus pencegah paling efektif yang bisa menghalangi kita dari bermaksiat kepada Allah Swt. Jika tidak mempercayai teori ini, silahkan kosongkan jiwa kita, keluarkan kekerasan yang menyelimuti hati,lalu duduk diantara kuburan. Ingat orang-orang yang ada dalam kuburan tersebut. Sekarang, mereka tidak lagi bisa berjalan bersama manusia, tidak bisa berbicara bersama manusia, tidak lagi merasakan kenikmatan, tidak lagi tertawa, bersenang-senang, dan berleha-leha.
Ke empat, mengingat nikmat Allah yang lahir dan bathin. Coba kita perhatikan tubuh, postur, dan suara kita. Allah Subhaanahu Wata’ala befirman dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang ketika kita mengingatnya, semestinya kita akan malu untuk berbuat maksiat.
Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir (QS. Al-Balad [90] : 8-9).
Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu. (QS. Al- Infithar [82] : 6-8).
Kemudian menurut Ibnu Taimiyah, orang yang luput dari 10 sarana ini benar-benar akan mendapatkan siksa neraka, terusir dari hadapan Allah sebagaimana unta yang terusir dari kelompoknya. Dia kabur dari Allah sebagaimana budak yang kabur dari tuannya. Lantas bagaimana cara kita menangkal maksiat? Penghalang dan perintang ini dalam bahasa pakar peperangan dinamakan garis-garis defensif. Menurut para ulama, penghalang ini ada 4 macam dan semuanya dapat melindungi kita agar tidak terperosok dalam jurang maksiat. Jika semua penghalang ini berkumpul dalam diri kita, Allah pasti meluruskan keadaan kita, memberi pertolongan, dan memelihara kita.
Pertama, al- Muraaqabatullah yaitu rasa diawasi oleh Allah Yang Maha Hidup dan tidak pernah tidur. Allah berfirman “Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat),dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. (QS. asy-Syu’ara [26] : 218-219).
Kedua, merasakan keagungan Allah dan keagungan berdiri dihadapan-Nya. Sebab, dengan merasakan dan membayangkan keduanya, kita akan jauh dari maksiat dan kembali kepada Allah dalam keadaan tenang dan damai. Ibnu Rajab mengisahkan bahwa suatu hari ‘Abdul Ghani yang dimasukkan ke dalam penjara bersama orang2 Yahudi. Pada malam hari, dia mendirikan shalat 2 rakaat sambil menangis. Bahkan, suara bacaanya kalah keras oleh tangisanya. Abdul Ghani berwudhu, shalat 2 rakaat dan menangis lagi, Begitulah terus aktivitasnya hingga pagi. Karena tergugah dengan aktivitas tersebut semua orang Yahudi yang dipenjara dengannya langsung masuk Islam.
Ketiga, ingat mati dan kejadian setelah kematian. Ini adalah penghalang yang paling besar bagi orang-orang yang mengesakan Allah, sekaligus pencegah paling efektif yang bisa menghalangi kita dari bermaksiat kepada Allah Swt. Jika tidak mempercayai teori ini, silahkan kosongkan jiwa kita, keluarkan kekerasan yang menyelimuti hati,lalu duduk diantara kuburan. Ingat orang-orang yang ada dalam kuburan tersebut. Sekarang, mereka tidak lagi bisa berjalan bersama manusia, tidak bisa berbicara bersama manusia, tidak lagi merasakan kenikmatan, tidak lagi tertawa, bersenang-senang, dan berleha-leha.
Ke empat, mengingat nikmat Allah yang lahir dan bathin. Coba kita perhatikan tubuh, postur, dan suara kita. Allah Subhaanahu Wata’ala befirman dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang ketika kita mengingatnya, semestinya kita akan malu untuk berbuat maksiat.
Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir (QS. Al-Balad [90] : 8-9).
Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu. (QS. Al- Infithar [82] : 6-8).
Sekiranya
dalam kenyataannya kita terus berbuat dosa-dosa kecil yang kita lakukan tanpa
kesengajaan ataupun karena kelemahan jiwa kita sebagai manusia biasa maka
cukuplah kita memperbanyak istighfar dan memperbarui istighfar kita sebagaimana
Rasulullah dalam sehari beliau beristighfar minimal 100 kali.
Sumber : Diringkas dari buku “ Bertaubatlah
Agar Menag Dunia dan Akhirat’ terbitan Maghfirah Pustaka karya DR. ‘Aidh bin
‘Abdullah al-Qarni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar