By: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah,
Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi yang
menjadi rahmat bagi semesta alam, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Allah menjadikan jihad Fi Sabilillah
dengan harta dan jiwa sebagai harga yang pantas untuk memperoleh surga.
Karena tidak ada amal yang lebih membutuhkan kesungguhan dan
pengorbanan besar melebihi jihad. Di mana seorang mujahid menyerahkan
nyawa dan hartanya demi tingginya kalimat Allah dan tegak agama-Nya.
Allah Ta'ala berfirman,
إِنَّ
اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ
بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ
وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ
وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا
بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Sesungguhnya Allah telah membeli
dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga
untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh
atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam
Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah
kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. Al-Taubah: 111)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ
مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ () تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ
ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ () يَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ()
وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ
الْمُؤْمِنِينَ
“Hai orang-orang yang beriman,
sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan
kamu dari adzab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah
yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya. Niscaya Allah akan
mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang
baik di dalam surga Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi)
karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan
kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Shaff: 10-13)
Menjawab pertanyaan Mu'adz bin Jabal Radhiyallahu 'Anhu perihal amal yang memasukkannya ke dalam surga dan menjauhkannya dari neraka, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyampaikan kepadanya puncak amal Islam, yakni jihad fi sabilillah.
رَأسُ الأمْرِ الإسلامُ ، وعَمُودُه الصَّلاةُ ، وذِرْوَةُ سَنامِهِ الجهاد
"Pokok urusan adalah Islam, tiangnya itu shalat, sedangkan puncaknya adalah jihad." (HR. Al-Tirmidzi)
Dalam redaksi lainnya, Muadz bin Jabal mengatakan, "Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
pada perang Tabuk, lalu beliau bersabda: "Jika kamu mau akan
kuberitahukan kepadamu tentang pokok urusan, tiangnya, dan puncaknya?"
Aku menjawab, "Tentu saja mau wahai Rasulullah." Beliau bersabda,
"Adapun pokok urusan adalah Islam. Sementara tiangnya adalah shalah.
Sedangkan puncaknya adalah jihad."
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyerupakan
Islam dengan seekor unta. Karena unta merupakan kendaraan yang bisa
menghantarkan seseorang ke tempat yang dikehendakinya. Begitu juga
Islam, ia menghantarkan seorang muslim dalam perjalanan duniawi kepada
tempat yang terindah yang ditujunya, yakni surga. Lalu beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam
menyerupakan kepala unta dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Dan
hampir setiap orang memungkinkan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat
sebagaimana seseorang bisa mencapai kepala unta dengan memegang atau
melihatnya. Hal ini berbeda dengan jihad yang diserupakan dengan punuk
unta, bagian tertinggi darinya. Tidak setiap orang bisa sampai kepadanya
kecuali orang yang tinggi. Begitu juga jihad tidak direngkuh kecuali
oleh orang mukmin yang utama.
Makna lain diserupakannya jihad dengan
punuk unta, karena ia adalah bagian tertinggi dari unta. Tak ada anggota
badan unta yang sepadan tingginya dengan punuknya. Begitu juga jihad,
tak ada amal dalam Islam yang sepadan dengannya.
Bisa juga dipahami, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
menyerupakan jihad dengan punuk unta karena siapa yang sampai di atas
punuk unta maka ia telah menguasai seluruh anggota tubuh unta tersebut
dan mengendalikannya. Begitu juga jihad, siapa yang telah Allah
karuniakan kesempatan berjihad, seolah, Allah telah memberikan kepadanya
semua keutamaan yang ada dalam Islam. Hal ini dikarenakan seorang
mujahid tetap diberi pahala jihad dalam tidurnya, perjalannya, capek dan
lelahnya, lapar dan hasunya, dan pahala dalam setiap gerakannya.
Sehingga tepatlah jawaban Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada seseorang yang bertanya kepadanya perihal amal yang bisa menandingi jihad, "Aku tidak mendapatkannya."
Dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu berkata, “Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam
dan berkata, ‘Ya Rasulallah, tunjukkan kepadaku satu amal yang menyamai
jihad?’ Beliau menjawab, ‘Aku tidak mendapatkannya.’ Beliau bersabda
lagi, ‘Apakah kamu sanggup, apabila seorang mujahid keluar lalu kamu
masuk ke dalam masjidmu kemudian kamu shalat tanpa berhenti dan berpuasa
tanpa berbuka?! Ia menjawab, ‘Siapa yang sanggup melakukan itu wahai
Rasulallah?’" (HR. al-Bukhari)
Dalam riwayat Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu,
ia berkata: "Wahai Rasulullah, Amalan apakah yang (pahalanya) sebanding
dengan Jihad fi Sabilillah?” beliau menjawab, "Kalian tidak akan
sanggup mengerjakannya."
Mereka (para sahabat) mengulangi
pertanyaan tersebut dua atau tiga kali, dan jawaban beliau atas setiap
pertanyaan itu sama, "Kalian tidak akan sanggup mengerjakannya."
Kemudian setelah yang ketiga beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَثَلُ
الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
الْقَانِتِ بِآيَاتِ اللَّهِ لَا يَفْتُرُ مِنْ صِيَامٍ وَلَا صَلَاةٍ
حَتَّى يَرْجِعَ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى
"Perumpamaan seorang mujahid Fi
Sabilillah adalah seperti orang yang berpuasa yang mendirikan shalat
lagi lama membaca ayat-ayat Allah. Dan dia tidak berhenti dari puasa dan
shalatnya, sehingga seorang mujahid fi sabilillah Ta’ala pulang." (Muttafaq 'Alaih)
. . . Siapa yang telah Allah karuniakan kesempatan berjihad, seolah, Allah telah memberikan kepadanya semua keutamaan yang ada dalam Islam. Hal ini dikarenakan seorang mujahid tetap diberi pahala jihad dalam tidurnya, perjalannya, capek dan lelahnya, lapar dan hasunya, dan pahala dalam setiap gerakannya.
Subhanallah!! Para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tentang suatu amal yang bisa menyamai/menyerupai jihad dalam pahalanya. Lalu beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam
menjawab, bahwa kalian tak akan sanggup mengerjakan amal yang menyamai
jihad. Merasa tidak puas, mereka mengulangi pertanyaan tadi. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
menjawab dengan jawaban yang sama. Lalu beliau menerangkan alasannya,
bahwa perumpamaan seseorang yang sedang berjihad itu seperti orang yang
beribadah kepada Allah; ia puasa di siang harinya dan tak pernah
berbuka, berdiri shalat pada malam harinya tanpa capek dan melemah.
Sehingga dari sini para sahabat Radhiyallahu 'Anhum tahu, kenapa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepada mereka: "Kalian tidak akan sanggup mengerjakannya."
Ibnu al-Hajar rahimahullah berkata dalam mengomentari hadits di atas, "Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
menyerupakan kondisi orang yang berpuasa dan berdiri shalat yang tak
berhenti barang sesaat dari beribadah sehingga pahalanya terus mengalir.
Begitu juga seorang mujahid tidak menyia-nyiakan dari waktunya tanpa
pahala." (Dinukil dari Fath al-Baari)
Imam al-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim
berkata, "Makna al-Qanith di sini adalah al-Muthi' (orang yang taat).
Dan dalam hadits ini diterangkan agungnya keutamaan jihad. Karena
shalat, puasa, dan membaca ayat-ayat Allah adalah amal-amal yang paling
utama. Dan beliau menjadikan seorang mujahid seperti orang yang tak
terputus sebentar saja dari semua itu. Dan sudah maklum, tak seorangpun
yang mampu melakukannya. Oleh karenanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Kalian tidak akan sanggup mengerjakannya."
Ibnul Hajar rahimahullah berkata lagi, "Ini merupakan keutamaan nyata bagi seorang mujahid Fi Sabilillah yang menuntut tidak ada sesuatu dari amal-amal (dalam Islam) yang menandingi jihad." (Fathul Baari: 6/7)
Al-Qadhi 'Iyadh rahimahullah berkata:
hadits bab ini menerangkan keagungan urusan jihad, karena puasa dan
selainnya yang telah disebutkan sebagai bagian dari Fadhail A'mal
telah disamai oleh jihad sehingga semua keadaan seorang mujahid dan
aktifitasnya yang mubah menyamai pahala orang yang semangat dalam shalat
dan lainnya. Oleh karenanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: Laa Tastathii'u Dzalika (kalian tidak akan sanggup mengerjakannya)." (Dinukil adri Fath al-Baari: VI/5)
Bagaimana keutamaan ini tidak direngkuh oleh mujahid, padahal Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyerupakan kondisinya sepertri orang yang berpuasa dan berdiri shalat yang setiap saat mengalir pahalanya dalam setiap gerakan dan diamnya. Wallahu Ta'ala A'lam. . . tidak ada sesuatu dari amal-amal (dalam Islam) yang menandingi jihad . . .
Sumber: http://www.voa-islam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar