By : Abu Muhammad Al-Munawy
(Ketua Umum Fosmim Makassar)
(Ketua Umum Fosmim Makassar)
Di pagi yang
cerah, sekitar jam 9 pagi, diiringi kilauan mentari dan sejuknya udara pagi,
Aku bermaksud ke Universitas Indonesia Timur . Kebetulan, pada hari tersebut Aku
punya ikatan janji pada malam sebelumnya dengan salah seorang keluargaku .
Maklum, kebetulan oleh Allah dia ditakdirkan lulus di sana pada Jurusan Farmasi
setelah sebelumnya pada ujian SNMPTN yang lalu, dia kurang beruntung karena
dari banyaknya kampus negeri dari yang terkemuka sampai yang terbelakang, dia
tidak meloloskan dirinya di Universitas-Universitas tersebut. Yah, itulah
taqdir Allah ‘azza wa jalla. Kita hanya bisa berusaha dan bertawakkal, ujung
dari segalanya adalah garisan pena takdir-Nya.
Pada pagi itu
kebetulan kami bermaksud meninjau kamar kosnya yang terletak di sekitaran
kampus Universitas Indonesia Timur. Yah,namanya juga mahasiswa baru dan belum
lama di Makassar, kemana-mana mesti ditemani walaupun secara otomatis hal itu
sudah menjadi tanggung jawab Aku sebagai keluarganya yang sudah cukup lama
merantau dan menimbah ilmu di Makassar. Kebetulan lagi , hari itu, keluargaku
tersebut sudah janjian sama beberapa akhwat pengurus lembaga dakwah di Universitas
Indonesia Timur. Alhamdulillah dari awal Aku sudah membuat skenario jauh-jauh hari
sebelumnya supaya keluarga Aku bisa bergabung dengan akhwat-akhwat disana.
Kebetulan, Aku berteman akrab dengan Ketua Lembaga Dakwah Kampus Al-Misbah
Universitas Indonesia Timur. Dari beliau inilah keluargaku dikenalkan dengan
mujahidah-mujahidah di Universitas tersebut. Namun pada akhirnya keluargaku
tidak tinggal bersama mereka karena alasan tertentu dan beliau lebih memilih
tinggal ditempat yang lain. Ya, lagi-lagi semuanya telah Allah taqdirkan. Namun
komunikasi keluargaku dengan para mujahidah-mujahidah di sana tetap terjalin. Alhamdulillah.
Kembali ke kisah
awal tadi, cerita awal sebelum keberangkatanku seperti ini. Ketika Aku sedang
membaca majalah Tasfiyah sambil terbaring menikmati empuknya kasur di Sekretariat
masjid Ali Hizaam Pondokan Unhas, tiba-tiba Hp-ku berdering. Aku tengok
ternyata ada pesan singkat yang masuk. Ketika Kubuka ternyata SMS tersebut dari
keluargaku. Bunyi SMS-nya “saya pergi
sendiri saja ini?” sontak Aku pun teringat akan janji Aku semalam. Walaupun
menggunakan bahasa pragmatik, Aku bisa memahami apa maksudnya. Tapi ngomong-ngomong
apa itu bahasa pragmatik?. Yah,wajar saja mungkin sebagian pembaca sekalian
merasa aneh dengan bahasa yang canggih dan sok gaul seperti itu. Maklum Aku
kuliah di jurusan bahasa yang dibangku kuliah banyak bergelut dengan
istilah-istilah seperti itu. Secara sederhana pragmatik salah satu defenisinya adalah
bahasa yang punya makna tersirat dibaliknya yang hanya bisa dipahami melalui
logika dan konteks pada saat bahasa itu diucapkan. Lanjut cerita, setelah
membaca SMS tersebut, Aku langsung bergegas dan berkemas-kemas. Untungnya, Aku
barusan selesai mandi ketika itu. Setelah beberapa benda wajib dan barang
berharga dimasukan dalam tas, ditambah penampilan
mulai mantap, Akupun berpamitan kepada ikhwa-ikhwa di Sekret Masjid Ali-Hizaam
bahwa Aku mau keluar karena ada urusan penting. Akupun dengan yakin melangkah
menuju pintu keluar sekret. Setelah pintu telah Aku tutup dari luar, Aku berbalik
arah berjalan menyusuri lorong-lorong pondokan menuju Workshop Unhas. Sebelum
berangkat, Aku SMS keluargaku bahwa Aku akan menunggunya di Workshop Unhas.
Ketika Aku tiba di tempat tersebut, Aku pun harus menunggu beberapa saat karena
keluargaku ternyata barusan berangkat dari pondokan sepupunya di BTN Asal Mula.
Memang setelah lulus tes sambil menunggu masa kuliah, keluargaku tinggal bersama
sepupu perempuannya. Jarak antara pondokannya dengan Workshop Unhas sekitar 500
meter. Ketika menunggu, Aku pun duduk disalah satu bangku warung makan
dipinggiran workshop sambil mengulang-ulangi hafalan Al-Qur’an ku. Setelah sekitar
15 menit menunggu, keluargaku pun tiba di Workshop. Kami pun melangkah bersama
menghampiri jalan raya di dalam Unhas untuk menunggu pete-pete 07. Kebetulan,
sebelum sampai dipinggir jalan, pete-pete 07 sudah menunggu kami. Kami pun naik
masuk pete-pete yang ketika itu sebelum kami penumpangnya baru 3 orang. Yah,
dengan santai kami duduk menikmati empuknya bangku pete-pete. Ketika itu Aku kurang nyaman dengan bunyi musik yang
lumayan keras dalam pete-pete. Sontak Aku
pun teringat akan hadits Rasulullah tentang diharamkannya musik. Jiwa mujahid
pun tumbuh. Apalagi Aku teringat hadits lain dari Rasulullah tentang pentingnya
ber-amar ma’ruf nahi mungkar. Di kepalaku terngiang-ngiang bunyi hadits “ barang
siapa engkau melihat kemungkaran, maka cegalah dengan tanganmu, kalau tidak
mampu cegalah dengan lisanmu, dan kalau juga tidak mampu ingkarilah dengan
hatimu, dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman”. Tentu saja karena
dorongan hal tersebut, Aku pun memberanikan diri untuk memberi tahu supir
pete-pete “ Pak, kalau bisa bunyi musiknya dikecilkan sedikit’. Ternyata supir
pete-pete tersebut tidak hanya mengecilkan malah sampai dimatikan. Alhamdulillah.
Lanjut kisah,
ternyata ketiga penumpang pete-pete yang lain tadi turun semua sebelum
pete-pete meluncur melewati asrama Mahasiswa Unhas (RAMSIS). Bersamaan dengan itu
pula, ada seorang bocah laki-laki yang berpakaian pramuka sekolah dasar yang
berjalan dari arah Ramsis lengkap dengan tas dan sepatunya yang juga turut menumpangi pete-pete yang kami
tumpangi. Awalnya Aku agak heran juga dan sedikit pengen ketawa, dalam hati Aku
berujar, ini anak kok sudah jam segini
baru pergi ke sekolah. Namun, Aku simpan sejenak rasa penasaranku. Anak
tersebut pun dengan wajah yang luguh naik masuk pete-pete dan duduk di bangku
persis samping pintu masuk pete-pete. Nah, tinggallah kami bertiga dalam
pete-pete, Aku, keluargaku dan anak tersebut. Ups, ditambah satu lagi orang
dengan supir pete-pete .
Beberapa saat setelah pete-pete tersebut
kembali meluncur menuju pintu 2 Unhas, Aku pun pun berinisiatif melontarkan
beberapa pertanyaan kepada boca lucu tersebut. Dengan nada yang santun Aku pun
bertanya “Dek, kamu mau menuju kemana?”. Mau kesekolah. Jawab bocah tersebut
luguh. “ Dimana ki’ sekolah ta?. Di SD Tamalanrea. Sahut bocah tersebut
singkat. “Kok jam segini baru ke sekolah. Dengan jawaban singkat dan dengan
gaya yang luguh bocah tersebut menjawab. “Saya masuk siang.”oooo Aku pun
mengiyakan sambil menganggukkan kepala. Dengan jawabannya tersebut terhapus sudah pikiranku sebelumnya bahwa
bocah tersebut ke sekolah terlambat. (Aku teringat masa SD dahulu).
Pertanyaan-pertanyaan Aku yang lain pun terlontar. Aku juga kemudian tahu kalau
bocah tersebut baru duduk di bangku
kelas 2 SD.
Ketika pete-pete
berbalik arah dari pintu 2 menuju Daya sampai berbalik ke SPBU pertamina dekat
pintu 2, Aku teringat ada pertanyaan mendasar yang belum Aku tanyakan yakni
siapa namanya. Akupun kembali bertanya. “ Siapa nama ta’ dek??. Kemudian dengan
santai bocah tersebut menjawab.” Imam Ali Khomeni”. Sontak Aku cukup kaget mendengar
namanya dan Aku menyuruhnya untuk menyebut ulang namanya siapa tahu Aku salah
dengar. Kembali anak itu menjawab dengan nada yakin. “Imam Ali Khomeni”. Dengan
sedikit mengerutkan kening sambil menoleh kepada keluargaku, pikiranku pun ketika
itu langsung tertuju pada salah satu paham sempalan yang menyimpang yang Aku
ketahui yakni Syi’ah. Betapa tidak, Imam khomeni adalah salah satu tokoh yang sangat
di elu-elukan oleh kaum Syi’ah karena dialah yang merupakan tokoh spiritual Syi’ah
pencetus Revolusi Iran. Dalam hatiku
bercampur tanda tanya, ini anak siapa bapaknya dan bagaimana latar
belakang keluarganya. Aku berpikiran kayaknya tidak etis kalau Aku menginterogasi
bocah seumuran dia. Tapi Aku tanya saja deh, pikirku. Dek, kita punya saudara
atau kakak nda? Iya ada. Dia sokolah di SMP,,Aku agak lupa nama kakaknya yang
sekolah di SMP tersebut ketika bocah tersebut menyebutkannya. Yang jelas namax
tidak berbau Syi’ah seperti bocah tersebut. Aku pun tidak sempat bertanya yang
lain-lain lagi karena pas di depan lorong masuk BTN Bung, bocah tersebut pun
turun. Aku bersama keluarga pun kembali melanjutkan perjalanan menuju Universitas
Indonesia Timur. Di dalam perjalanan Aku pun merenungi kejadian sebelumnya
bahwa ternyata banyak masyarakat yang belum paham dengan Syi’ah yang
jelas-jelas menyimpang dari ajaran Islam sehingga sampai menamakan anak mereka
dengan nama tokoh-tokoh Syi’ah. Inilah bukti yang jelas yang seharusnya memberi
semangat pada diri kita untuk mendalami aqidah Islam yang sebenarnya sekaligus
mempelajari firqah-firqah yang menyimpang sebagaimana perkataan Shahabat yang
mulia Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiallahu ‘Anhu “ Banyak orang mempelajari
kebaikan, namun saya pun mempelajari keburukan untuk menghindarinya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar