Kamis, 29 Desember 2011

Anak Ajaib


By : Abu Muhammad Al-Munawy
(Ketua Umum Fosmim Makassar)
Di pagi yang cerah, sekitar jam 9 pagi, diiringi kilauan mentari dan sejuknya udara pagi, Aku bermaksud ke Universitas Indonesia Timur . Kebetulan, pada hari tersebut Aku punya ikatan janji pada malam sebelumnya dengan salah seorang keluargaku . Maklum, kebetulan oleh Allah dia ditakdirkan lulus di sana pada Jurusan Farmasi setelah sebelumnya pada ujian SNMPTN yang lalu, dia kurang beruntung karena dari banyaknya kampus negeri dari yang terkemuka sampai yang terbelakang, dia tidak meloloskan dirinya di Universitas-Universitas tersebut. Yah, itulah taqdir Allah ‘azza wa jalla. Kita hanya bisa berusaha dan bertawakkal, ujung dari segalanya adalah garisan pena takdir-Nya.
Pada pagi itu kebetulan kami bermaksud meninjau kamar kosnya yang terletak di sekitaran kampus Universitas Indonesia Timur. Yah,namanya juga mahasiswa baru dan belum lama di Makassar, kemana-mana mesti ditemani walaupun secara otomatis hal itu sudah menjadi tanggung jawab Aku sebagai keluarganya yang sudah cukup lama merantau dan menimbah ilmu di Makassar. Kebetulan lagi , hari itu, keluargaku tersebut sudah janjian sama beberapa akhwat pengurus lembaga dakwah di Universitas Indonesia Timur. Alhamdulillah dari awal Aku sudah membuat skenario jauh-jauh hari sebelumnya supaya keluarga Aku bisa bergabung dengan akhwat-akhwat disana. Kebetulan, Aku berteman akrab dengan Ketua Lembaga Dakwah Kampus Al-Misbah Universitas Indonesia Timur. Dari beliau inilah keluargaku dikenalkan dengan mujahidah-mujahidah di Universitas tersebut. Namun pada akhirnya keluargaku tidak tinggal bersama mereka karena alasan tertentu dan beliau lebih memilih tinggal ditempat yang lain. Ya, lagi-lagi semuanya telah Allah taqdirkan. Namun komunikasi keluargaku dengan para mujahidah-mujahidah di sana tetap terjalin. Alhamdulillah.
Kembali ke kisah awal tadi, cerita awal sebelum keberangkatanku seperti ini. Ketika Aku sedang membaca majalah Tasfiyah sambil terbaring menikmati empuknya kasur di Sekretariat masjid Ali Hizaam Pondokan Unhas, tiba-tiba Hp-ku berdering. Aku tengok ternyata ada pesan singkat yang masuk. Ketika Kubuka ternyata SMS tersebut dari keluargaku.  Bunyi SMS-nya “saya pergi sendiri saja ini?” sontak Aku pun teringat akan janji Aku semalam. Walaupun menggunakan bahasa pragmatik, Aku bisa memahami apa maksudnya. Tapi ngomong-ngomong apa itu bahasa pragmatik?. Yah,wajar saja mungkin sebagian pembaca sekalian merasa aneh dengan bahasa yang canggih dan sok gaul seperti itu. Maklum Aku kuliah di jurusan bahasa yang dibangku kuliah banyak bergelut dengan istilah-istilah seperti itu. Secara sederhana pragmatik salah satu defenisinya adalah bahasa yang punya makna tersirat dibaliknya yang hanya bisa dipahami melalui logika dan konteks pada saat bahasa itu diucapkan. Lanjut cerita, setelah membaca SMS tersebut, Aku langsung bergegas dan berkemas-kemas. Untungnya, Aku barusan selesai mandi ketika itu. Setelah beberapa benda wajib dan barang berharga dimasukan dalam tas, ditambah  penampilan mulai mantap, Akupun berpamitan kepada ikhwa-ikhwa di Sekret Masjid Ali-Hizaam bahwa Aku mau keluar karena ada urusan penting. Akupun dengan yakin melangkah menuju pintu keluar sekret. Setelah pintu telah Aku tutup dari luar, Aku berbalik arah berjalan menyusuri lorong-lorong pondokan menuju Workshop Unhas. Sebelum berangkat, Aku SMS keluargaku bahwa Aku akan menunggunya di Workshop Unhas. Ketika Aku tiba di tempat tersebut, Aku pun harus menunggu beberapa saat karena keluargaku ternyata barusan berangkat dari pondokan sepupunya di BTN Asal Mula. Memang setelah lulus tes sambil menunggu masa kuliah, keluargaku tinggal bersama sepupu perempuannya. Jarak antara pondokannya dengan Workshop Unhas sekitar 500 meter. Ketika menunggu, Aku pun duduk disalah satu bangku warung makan dipinggiran workshop sambil mengulang-ulangi hafalan Al-Qur’an ku. Setelah sekitar 15 menit menunggu, keluargaku pun tiba di Workshop. Kami pun melangkah bersama menghampiri jalan raya di dalam Unhas untuk menunggu pete-pete 07. Kebetulan, sebelum sampai dipinggir jalan, pete-pete 07 sudah menunggu kami. Kami pun naik masuk pete-pete yang ketika itu sebelum kami penumpangnya baru 3 orang. Yah, dengan santai kami duduk menikmati empuknya bangku pete-pete. Ketika itu  Aku kurang nyaman dengan bunyi musik yang lumayan keras dalam pete-pete. Sontak  Aku pun teringat akan hadits Rasulullah tentang diharamkannya musik. Jiwa mujahid pun tumbuh. Apalagi Aku teringat hadits lain dari Rasulullah tentang pentingnya ber-amar ma’ruf nahi mungkar. Di kepalaku terngiang-ngiang bunyi hadits “ barang siapa engkau melihat kemungkaran, maka cegalah dengan tanganmu, kalau tidak mampu cegalah dengan lisanmu, dan kalau juga tidak mampu ingkarilah dengan hatimu, dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman”. Tentu saja karena dorongan hal tersebut, Aku pun memberanikan diri untuk memberi tahu supir pete-pete “ Pak, kalau bisa bunyi musiknya dikecilkan sedikit’. Ternyata supir pete-pete tersebut tidak hanya mengecilkan malah sampai dimatikan. Alhamdulillah.
Lanjut kisah, ternyata ketiga penumpang pete-pete yang lain tadi turun semua sebelum pete-pete meluncur melewati asrama Mahasiswa Unhas (RAMSIS). Bersamaan dengan itu pula, ada seorang bocah laki-laki yang berpakaian pramuka sekolah dasar yang berjalan dari arah Ramsis lengkap dengan tas dan sepatunya yang juga  turut menumpangi pete-pete yang kami tumpangi. Awalnya Aku agak heran juga dan sedikit pengen ketawa, dalam hati Aku berujar,  ini anak kok sudah jam segini baru pergi ke sekolah. Namun, Aku simpan sejenak rasa penasaranku. Anak tersebut pun dengan wajah yang luguh naik masuk pete-pete dan duduk di bangku persis samping pintu masuk pete-pete. Nah, tinggallah kami bertiga dalam pete-pete, Aku, keluargaku dan anak tersebut. Ups, ditambah satu lagi orang dengan supir pete-pete .
 Beberapa saat setelah pete-pete tersebut kembali meluncur menuju pintu 2 Unhas, Aku pun pun berinisiatif melontarkan beberapa pertanyaan kepada boca lucu tersebut. Dengan nada yang santun Aku pun bertanya “Dek, kamu mau menuju kemana?”. Mau kesekolah. Jawab bocah tersebut luguh. “ Dimana ki’ sekolah ta?. Di SD Tamalanrea. Sahut bocah tersebut singkat. “Kok jam segini baru ke sekolah. Dengan jawaban singkat dan dengan gaya yang luguh bocah tersebut menjawab. “Saya masuk siang.”oooo Aku pun mengiyakan sambil menganggukkan kepala. Dengan jawabannya tersebut  terhapus sudah pikiranku sebelumnya bahwa bocah tersebut ke sekolah terlambat. (Aku teringat masa SD dahulu). Pertanyaan-pertanyaan Aku yang lain pun terlontar. Aku juga kemudian tahu kalau bocah tersebut  baru duduk di bangku kelas 2 SD.
Ketika pete-pete berbalik arah dari pintu 2 menuju Daya sampai berbalik ke SPBU pertamina dekat pintu 2, Aku teringat ada pertanyaan mendasar yang belum Aku tanyakan yakni siapa namanya. Akupun kembali bertanya. “ Siapa nama ta’ dek??. Kemudian dengan santai bocah tersebut menjawab.” Imam Ali Khomeni”. Sontak Aku cukup kaget mendengar namanya dan Aku menyuruhnya untuk menyebut ulang namanya siapa tahu Aku salah dengar. Kembali anak itu menjawab dengan nada yakin. “Imam Ali Khomeni”. Dengan sedikit mengerutkan kening sambil menoleh kepada keluargaku, pikiranku pun ketika itu langsung tertuju pada salah satu paham sempalan yang menyimpang yang Aku ketahui yakni Syi’ah. Betapa tidak, Imam khomeni adalah salah satu tokoh yang sangat di elu-elukan oleh kaum Syi’ah karena dialah yang merupakan tokoh spiritual Syi’ah pencetus Revolusi Iran. Dalam hatiku  bercampur tanda tanya, ini anak siapa bapaknya dan bagaimana latar belakang keluarganya. Aku berpikiran kayaknya tidak etis kalau Aku menginterogasi bocah seumuran dia. Tapi Aku tanya saja deh, pikirku. Dek, kita punya saudara atau kakak nda? Iya ada. Dia sokolah di SMP,,Aku agak lupa nama kakaknya yang sekolah di SMP tersebut ketika bocah tersebut menyebutkannya. Yang jelas namax tidak berbau Syi’ah seperti bocah tersebut. Aku pun tidak sempat bertanya yang lain-lain lagi karena pas di depan lorong masuk BTN Bung, bocah tersebut pun turun. Aku bersama keluarga pun kembali melanjutkan perjalanan menuju Universitas Indonesia Timur. Di dalam perjalanan Aku pun merenungi kejadian sebelumnya bahwa ternyata banyak masyarakat yang belum paham dengan Syi’ah yang jelas-jelas menyimpang dari ajaran Islam sehingga sampai menamakan anak mereka dengan nama tokoh-tokoh Syi’ah. Inilah bukti yang jelas yang seharusnya memberi semangat pada diri kita untuk mendalami aqidah Islam yang sebenarnya sekaligus mempelajari firqah-firqah yang menyimpang sebagaimana perkataan Shahabat yang mulia Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiallahu ‘Anhu “ Banyak orang mempelajari kebaikan, namun saya pun mempelajari keburukan untuk menghindarinya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar