Sabtu, 31 Desember 2011

Catatan Untuk Saudaraku Sebagai Bekal Pulang Kampung

 By : Abu Muhammad Al-Munawy
(Ketua Umum Fosmim Makassar)
Tidak terasa liburan semester kembali menyapa para mahasiswa. Tentu banyak yang bersuka cita ketika musim libur itu datang. Bagi golongan academic oriented student ( bureng/buru ranking) kesempatan ini dijadikan sebagai moment istrahat dari kepenatan kuliah satu semester lamanya. Bagi golongan mahasiswa mandiri, momen ini  dimanfaatkan untuk cari kerja demi menutupi biaya SPP semester berikutnya. Namun, salah satu tradisi yang lazim dilakukan adalah acara pulang kampung apatah lagi bagi mahasiswa yang daerah asalnya tidak terlalu jauh dari kampus tempat dia menimba ilmu. Sebut saja bagi yang kuliah di Unhas. Bagi mahasiswa yang kampungnya lumayan jauh biasanya rela memendam keinginan untuk pulang kampung. Mungkin mereka berpikiran, apa juga yang akan dilakukan di kampung ataaau, mungkin juga karena buang-buang ongkos kalau pulang kampung (asal jangan ditabung untuk persiapan malam tahun baru). Kalau sekiranya boleh memilih, pulang kampung adalah pilihan tepat dan kesempatan emas untuk meraup pahala khususnya bagi aktivis dakwah. Apalagi bagi yang kebetulan tidak punya amanah lain di Makassar. Kenapa demikian? Tentu saja jawabannya adalah ketika pulang kampung, hal tesebut adalah peluang untuk mengaplikasikan ilmu dengan berdakwah di kampung halaman terlebih lagi berdakwah kepada keluarga khususnya kedua orang tua. Singkatnya,Jihad  di Makassar adalah menuntut ilmu sedangkan jihad di kampung halaman yang paling besar adalah berbakti kepada kedua orang tua.
Dalam sebuah kesempatan beberapa pekan lalu, kami mengikuti sebuah Ta’lim Pengurus satu lembaga Fakultas di Unhas tentang bekal-bekal sebelum pulang kampung. Nah, ditulisan ini kami akan berbagi kepada Saudara-saudara fillah terlebih yang mau pulang kampung atau bahkan sudah ada di kampung. Banyak hal yang perlu dilakukan sebagai bekal untuk pulang kampung atau ketika sudah berlabuh di kampung halaman antara lain : 

1.         Bermuhasabah
Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman dalam Al-Qur’an “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ( QS. Al-Hasyr ayat 18).

Sebelum pulang kampung, temuilah orang-orang yang mungkin kita pernah dzalimi, selesaikanlah sebelum pulang kampung, jangan sampai kita dijemput oleh Allah di kampung halaman ,ikhwah sesama ikhwah dan akhwat sesama akhwat, kepada dosen,atau yang lainnya. Sebaliknya dari kampung ke Makassar hendaknya minta maaf kepada orang tua dan keluarga lain di kampung. Ali bin Abi Thalib pernah berkata bahwa HISABLAH DIRIMU sebelum dihisab oleh Allah Subhaanahu Wata’ala. Perbanyak istighfar seperti dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang beliau dalam sehari beristighfar  tidak kurang 100 kali. Apalagi  ketika di mobil, kapal laut, di pesawat, karena maut bisa datang ditempat mana saja. 

Beberapa faidah dari muhasabah yaitu:

a. Manusia akan tahu begitu banyak kenikmatan yang Allah berikan kepada
    kita, seperti mata, telinga, dan lain-lain.
b. Bersyukur kepada Allah dengan kenikmatan itu.
c. Khuznuzzon ilallah yakni berprasangka yang baik kepada Allah subhanahu Wata’ala.Ada seorang tabi’in yang mempunyai 6 orang anak. Suatu ketika Tabi’in tersebut terkena suatu musibah sehingga salah satu kakinya mesti diamputasi. Tidak lama stelah amputasi tersebut, salah seorang anaknya jatuh sakit dan meninggal dan belum diketahui oleh Tabi’in tersebut kecuali istrinya. Sungguh ujian yang bertubi-tubi. Pada malam setelah kematian anaknya, istrinya pun memberikan pelayanan kepada suaminya dengan pelayanan yang terbaik. Pagi harinya, istrinya dengan santun bertanya kepada suaminya “bagaimana jika ada orang yang menitip barang kepadamu kemudian dia mengambilnya kembali. Tabi’in tersebut berkata “saya akan rela karena bukan milikku, kemudian istrinya menyampaikan kematian anak mereka dan Tabi’in itu pun ridho atas kematian tersebut karena ia tahu anaknya adalah titipan Allah. Kemudian tabi’in itu berkata “kenapa saya mesti tidak bersyukur sementara saya masih punya 1 kaki dan 2 tangan dan saya masih punya 5 orng anak yang lain”. Subhanallah.
   2. Perbanyak do’a ketika kita akan safar, memilih waktu yang tepat dan menjaga hal-hal yang bisa mengabulkan do’a kita seperti memakan makanan yang halal, mendo’akan kedua orang tua dan mendo’akan teman-teman yang ada di Makassar  
    3. Ketika di kampung halaman hendaknya kita bertaqarrub kepada Allah azza wajalla dengan melaksanakan berbagai macam ibadah kepada Allah Subhaanahu wata’ala seperti shalat berjama’ah di masjid kampung maupun ibadah-ibadah yang lain sebagaimana  definisi ibadah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwasanya ibadah bisa berwujud lisan (contohnya zikir dan berlemah lembut kepada sesama muslim), perbuatan (contohnya shalat, puasa), maupun ibadah hati (contohnya ikhlas, jujur, kecintaan).
           4.  Al Mujahadah (bersungguh-sungguh) baik dalam ibadah, belajar, urusan keluarga, dan lain sebagainya. Menurut Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah, mujahadah/kesungguhan terbagi menjadi 4 yaitu : 
        a.    Mujahadatunnafs/jiwa yang terbagi lagi menjadi beberapa bagian yaitu:
Ø  berjuang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan agama kita, jadi menuntut ilmu agama tidak hanya di Makassar tetapi juga di kampung misalnya dengan cara membaca buku-buku agama yang dibawa dari Makassar, belajar kepada Ustadz  di kampung, membawa laptop bagi yang punya laptop, bawa radio baterai kalau tidak ada listrik di kampung (memang ada ya yang tidak ada listrik di kampungnya? Bisa jadi) 
Ø  berjihad untuk mengamalkannya. Hendaknya kita harus mengamalkan apa yang kita pelajari apatah lagi yang akan kita sampaikan kepada orang lain. 
Ø  Menyampaikan dengan tariqul dakwah yang baik; artinya ketika berdakwah di kampung tidak boleh serampangan, mentang-mentang sudah kajian di Makassar, sedikit-sedikit bid’ah, kafir, ngdeso, dan lain sebagainya. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi kita yang tercinta Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika Aisyah istri beliau mengusulkan agar Rasulullah membangun Ka’bah seperti zaman nabi Ibrahim ‘Alaihisalam tetapi Rasulullah belum melakukan karena kaumnya baru masuk Islam atau belum paham sehingga akan memicu konflik ketika dipaksa untuk dibangun. Namun, sampai beliau wafat pembangunan Ka’bah belum terealisasi.
Ø  bersabar dalam melakukan semuanya, ketika menuntut ilmu butuh kesabaran sebagaimana para ulama yang rela mengorbankan waktu2 tidur istrahat mereka untuk menuntut ilmu, berjalan berbulan-bulan untuk mendapatkan sebuah hadits dari Rasulullah. Ketika mengamalkan ilmu juga mesti bersabar dan ini lumayan berat kecuali orang bermujahadah dan ikhlas melaksanakannya, begitupun ketika kita mendakwahkannya butuh kesabaran yang berlipat ganda apalagi ketika mendapat tantangan dari objek dakwah. 
b.     Mujahadatussyaitan yang terbagi lagi 2 bagian yaitu:

 
      <> melawan syubhat, yakni tentang perkara samar-samar dalam agama ini misalnya kebodohan akan ilmu syar’I sehingga kita buta akan syari’at Allah dan tidak mampu menangkal aliran-aliran sesat. Cara menangkalnya tentu saja dengan ilmu syar’I, jangan cuma modal semangat saja apalagi ketika disyubhati dengan adat di kampong, kita tidak bisa member respon secara syar’I.

        <>  melawan syahwat baik ikhwa maupun akhwat. Pertanyaannya, mana yang lebih kuat  godaannya di kampung atau di Makassar? Tentu saja di Makassar. Tapi jangan salah, bunga dan kumbang desa di kampung juga tidak kalah kuat godaannya. Biasanya syubhat ini paling kuat bagi yang belum menikah sebagaimana kisah 3 orang Bani Israil yang menitipkan adik perempuannya kepada seorang ahli Ibadah sampai akhirnya setan terus menggoda ahli ibadah tersebut sampai akhirnya ahli ibadah itu  kufur, lagi-lagi berawal dari fitnah wanita.
c. Mujahadatul kuffar yakni melawan syubhat dan intimidasi orang kafir yang ingin menghancurkan aqidah dan agama kita. Lagi-lagi butuh benteng ilmu syar’I yang kuat.

d. Mujahadatul faasiq yakni bermujahadah menghadapi orang-orang pembuat kemungkaran. Sebagaimana hadits Rasulullah “Barang siapa engkau melihat kemungkaran, maka cegalah dengan tanganmu, kalau tidak mampu cegalah dengan lisanmu, dan kalau juga tidak mampu ingkarilah dengan hatimu, dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.

1 5.Menjaga diri semaksimal mungkin supaya tetap istiqomah sebagaimana di Makassar. Misalnya, kalau bejabat tangan dengan yang bukan mahram tidak boleh dimudah-mudahkan tetapi juga tidak terlalu ekstrim apalagi terhadap keluarga dekat kita tetapi bukan mahram kita, atau teman-teman perempuan kita zaman ‘jahiliah’ dahulu yang masih suka nyerempet nda jelas (maklum orang kampung), intinya diusahakan tetap pertengahan misalnya tetap angkat tangan tapi jangan sentuh. Begitu pula dakwah kepada orang tua yang paling utama adalah dengan akhlak dan menjaga ibadah kita, apalagi jika orang tua kita berwatak keras atau bahkan pelaku maksiat. Mesti bil hikmah.

     6. Hindari futur ketika pulang kampung.

Banyak orang yang pulang kampung kembali ke jaman jahiliyah seperti nongkrong di pos ronda bukan untuk jaga keamanan tapi main catur, domino, dan lain-lain. Jangankan yang tidak belajar agama, tidak sedikit orang yang menghilang dari dunia dakwah ketika pulang dari kampung. Kunci supaya tidak futur yakni banyak berdo’a kepada Allah yang membolak - balikkan hati kita, bertawakal, membaca kisah-kisa dalam al-Qur’an maupun dari para shahabat. Wallahu a’lam Bisshowaab.



Suatu Catatan dari Ta'lim Pengurus Mushallah Sastra Unhas oleh Ust Mukron Usman,Lc















                     






Tidak ada komentar:

Posting Komentar