By : Abu Muhammad Al-Munawy
(Ketua Umum Fosmim Makassar)
(Ketua Umum Fosmim Makassar)
Tidak terasa liburan
semester kembali menyapa para mahasiswa. Tentu banyak yang bersuka cita ketika
musim libur itu datang. Bagi golongan academic oriented student ( bureng/buru
ranking) kesempatan ini dijadikan sebagai moment istrahat dari kepenatan kuliah
satu semester lamanya. Bagi golongan mahasiswa mandiri, momen ini dimanfaatkan untuk cari kerja demi menutupi
biaya SPP semester berikutnya. Namun, salah satu tradisi yang lazim dilakukan
adalah acara pulang kampung apatah lagi bagi mahasiswa yang daerah asalnya tidak
terlalu jauh dari kampus tempat dia menimba ilmu. Sebut saja bagi yang kuliah
di Unhas. Bagi mahasiswa yang kampungnya lumayan jauh biasanya rela memendam
keinginan untuk pulang kampung. Mungkin mereka berpikiran, apa juga yang akan
dilakukan di kampung ataaau, mungkin juga karena buang-buang ongkos kalau
pulang kampung (asal jangan ditabung untuk persiapan malam tahun baru). Kalau
sekiranya boleh memilih, pulang kampung adalah pilihan tepat dan kesempatan
emas untuk meraup pahala khususnya bagi aktivis dakwah. Apalagi bagi yang kebetulan
tidak punya amanah lain di Makassar. Kenapa demikian? Tentu saja jawabannya
adalah ketika pulang kampung, hal tesebut adalah peluang untuk mengaplikasikan
ilmu dengan berdakwah di kampung halaman terlebih lagi berdakwah kepada
keluarga khususnya kedua orang tua. Singkatnya,Jihad di Makassar adalah menuntut ilmu sedangkan
jihad di kampung halaman yang paling besar adalah berbakti kepada kedua orang
tua.
Dalam sebuah kesempatan beberapa pekan lalu, kami
mengikuti sebuah Ta’lim Pengurus satu lembaga Fakultas di Unhas tentang bekal-bekal
sebelum pulang kampung. Nah, ditulisan ini kami akan berbagi kepada
Saudara-saudara fillah terlebih yang mau pulang kampung atau bahkan sudah ada
di kampung. Banyak hal yang perlu dilakukan sebagai bekal untuk pulang kampung
atau ketika sudah berlabuh di kampung halaman antara lain :
1.
Bermuhasabah
Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman dalam Al-Qur’an
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan. ( QS. Al-Hasyr ayat 18).
Sebelum pulang kampung, temuilah orang-orang yang
mungkin kita pernah dzalimi, selesaikanlah sebelum pulang kampung, jangan
sampai kita dijemput oleh Allah di kampung halaman ,ikhwah sesama ikhwah dan
akhwat sesama akhwat, kepada dosen,atau yang lainnya. Sebaliknya dari kampung
ke Makassar hendaknya minta maaf kepada orang tua dan keluarga lain di kampung.
Ali bin Abi Thalib pernah berkata bahwa HISABLAH DIRIMU sebelum dihisab oleh
Allah Subhaanahu Wata’ala. Perbanyak istighfar seperti dicontohkan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang beliau dalam sehari beristighfar tidak kurang 100 kali. Apalagi ketika di mobil, kapal laut, di pesawat,
karena maut bisa datang ditempat mana saja.
Beberapa
faidah dari muhasabah yaitu:
a. Manusia akan tahu begitu banyak kenikmatan
yang Allah berikan kepada
kita, seperti mata, telinga, dan lain-lain.
kita, seperti mata, telinga, dan lain-lain.
b. Bersyukur kepada Allah dengan kenikmatan
itu.
c. Khuznuzzon ilallah yakni berprasangka
yang baik kepada Allah subhanahu Wata’ala.Ada seorang tabi’in yang mempunyai 6
orang anak. Suatu ketika Tabi’in tersebut terkena suatu musibah sehingga salah
satu kakinya mesti diamputasi. Tidak lama stelah amputasi tersebut, salah
seorang anaknya jatuh sakit dan meninggal dan belum diketahui oleh Tabi’in
tersebut kecuali istrinya. Sungguh ujian yang bertubi-tubi. Pada malam setelah
kematian anaknya, istrinya pun memberikan pelayanan kepada suaminya dengan
pelayanan yang terbaik. Pagi harinya, istrinya dengan santun bertanya kepada
suaminya “bagaimana jika ada orang yang menitip barang kepadamu kemudian dia
mengambilnya kembali. Tabi’in tersebut berkata “saya akan rela karena bukan
milikku, kemudian istrinya menyampaikan kematian anak mereka dan Tabi’in itu
pun ridho atas kematian tersebut karena ia tahu anaknya adalah titipan Allah.
Kemudian tabi’in itu berkata “kenapa saya mesti tidak bersyukur sementara saya
masih punya 1 kaki dan 2 tangan dan saya masih punya 5 orng anak yang lain”.
Subhanallah.
2. Perbanyak do’a ketika kita akan safar,
memilih waktu yang tepat dan menjaga hal-hal yang bisa mengabulkan do’a kita
seperti memakan makanan yang halal, mendo’akan kedua orang tua dan mendo’akan
teman-teman yang ada di Makassar
3. Ketika di kampung halaman hendaknya kita bertaqarrub kepada Allah azza wajalla dengan melaksanakan berbagai macam ibadah kepada Allah Subhaanahu wata’ala seperti shalat berjama’ah di masjid kampung maupun ibadah-ibadah yang lain sebagaimana definisi ibadah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwasanya ibadah bisa berwujud lisan (contohnya zikir dan berlemah lembut kepada sesama muslim), perbuatan (contohnya shalat, puasa), maupun ibadah hati (contohnya ikhlas, jujur, kecintaan).
3. Ketika di kampung halaman hendaknya kita bertaqarrub kepada Allah azza wajalla dengan melaksanakan berbagai macam ibadah kepada Allah Subhaanahu wata’ala seperti shalat berjama’ah di masjid kampung maupun ibadah-ibadah yang lain sebagaimana definisi ibadah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwasanya ibadah bisa berwujud lisan (contohnya zikir dan berlemah lembut kepada sesama muslim), perbuatan (contohnya shalat, puasa), maupun ibadah hati (contohnya ikhlas, jujur, kecintaan).
4.
Al Mujahadah (bersungguh-sungguh) baik
dalam ibadah, belajar, urusan keluarga, dan lain sebagainya. Menurut Imam Ibnu
Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah, mujahadah/kesungguhan terbagi menjadi 4 yaitu
:
a. Mujahadatunnafs/jiwa
yang terbagi lagi menjadi beberapa bagian yaitu:
Ø berjuang
mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan agama kita, jadi menuntut ilmu agama
tidak hanya di Makassar tetapi juga di kampung misalnya dengan cara membaca
buku-buku agama yang dibawa dari Makassar, belajar kepada Ustadz di kampung, membawa laptop bagi yang punya
laptop, bawa radio baterai kalau tidak ada listrik di kampung (memang ada ya
yang tidak ada listrik di kampungnya? Bisa jadi)
Ø berjihad untuk mengamalkannya. Hendaknya kita harus mengamalkan apa yang kita pelajari apatah lagi yang akan kita sampaikan kepada orang lain.
Ø Menyampaikan dengan tariqul dakwah yang baik; artinya ketika berdakwah di kampung tidak boleh serampangan, mentang-mentang sudah kajian di Makassar, sedikit-sedikit bid’ah, kafir, ngdeso, dan lain sebagainya. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi kita yang tercinta Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika Aisyah istri beliau mengusulkan agar Rasulullah membangun Ka’bah seperti zaman nabi Ibrahim ‘Alaihisalam tetapi Rasulullah belum melakukan karena kaumnya baru masuk Islam atau belum paham sehingga akan memicu konflik ketika dipaksa untuk dibangun. Namun, sampai beliau wafat pembangunan Ka’bah belum terealisasi.
Ø berjihad untuk mengamalkannya. Hendaknya kita harus mengamalkan apa yang kita pelajari apatah lagi yang akan kita sampaikan kepada orang lain.
Ø Menyampaikan dengan tariqul dakwah yang baik; artinya ketika berdakwah di kampung tidak boleh serampangan, mentang-mentang sudah kajian di Makassar, sedikit-sedikit bid’ah, kafir, ngdeso, dan lain sebagainya. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi kita yang tercinta Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika Aisyah istri beliau mengusulkan agar Rasulullah membangun Ka’bah seperti zaman nabi Ibrahim ‘Alaihisalam tetapi Rasulullah belum melakukan karena kaumnya baru masuk Islam atau belum paham sehingga akan memicu konflik ketika dipaksa untuk dibangun. Namun, sampai beliau wafat pembangunan Ka’bah belum terealisasi.
Ø bersabar
dalam melakukan semuanya, ketika menuntut ilmu butuh kesabaran sebagaimana para
ulama yang rela mengorbankan waktu2 tidur istrahat mereka untuk menuntut ilmu,
berjalan berbulan-bulan untuk mendapatkan sebuah hadits dari Rasulullah. Ketika
mengamalkan ilmu juga mesti bersabar dan ini lumayan berat kecuali orang
bermujahadah dan ikhlas melaksanakannya, begitupun ketika kita mendakwahkannya
butuh kesabaran yang berlipat ganda apalagi ketika mendapat tantangan dari
objek dakwah.
b. Mujahadatussyaitan yang terbagi lagi 2 bagian
yaitu:
<> melawan
syubhat, yakni tentang perkara samar-samar dalam agama ini misalnya kebodohan
akan ilmu syar’I sehingga kita buta akan syari’at Allah dan tidak mampu
menangkal aliran-aliran sesat. Cara menangkalnya tentu saja dengan ilmu syar’I,
jangan cuma modal semangat saja apalagi ketika disyubhati dengan adat di
kampong, kita tidak bisa member respon secara syar’I.
<> melawan
syahwat baik ikhwa maupun akhwat. Pertanyaannya, mana yang lebih kuat godaannya
di kampung atau di Makassar? Tentu saja di Makassar. Tapi jangan salah, bunga
dan kumbang desa di kampung juga tidak kalah kuat godaannya. Biasanya syubhat
ini paling kuat bagi yang belum menikah sebagaimana kisah 3 orang Bani Israil
yang menitipkan adik perempuannya kepada seorang ahli Ibadah sampai akhirnya
setan terus menggoda ahli ibadah tersebut sampai akhirnya ahli ibadah itu kufur, lagi-lagi berawal dari fitnah wanita.
c. Mujahadatul
kuffar yakni melawan syubhat dan intimidasi orang kafir yang ingin
menghancurkan aqidah dan agama kita. Lagi-lagi butuh benteng ilmu syar’I yang
kuat.
d. Mujahadatul
faasiq yakni bermujahadah menghadapi orang-orang pembuat kemungkaran.
Sebagaimana hadits Rasulullah “Barang siapa engkau melihat kemungkaran, maka
cegalah dengan tanganmu, kalau tidak mampu cegalah dengan lisanmu, dan kalau
juga tidak mampu ingkarilah dengan hatimu, dan hal tersebut adalah
selemah-lemahnya iman.
1 5.Menjaga diri semaksimal mungkin supaya
tetap istiqomah sebagaimana di Makassar. Misalnya, kalau bejabat tangan dengan
yang bukan mahram tidak boleh dimudah-mudahkan tetapi juga tidak terlalu
ekstrim apalagi terhadap keluarga dekat kita tetapi bukan mahram kita, atau
teman-teman perempuan kita zaman ‘jahiliah’ dahulu yang masih suka nyerempet
nda jelas (maklum orang kampung), intinya diusahakan tetap pertengahan misalnya
tetap angkat tangan tapi jangan sentuh. Begitu
pula dakwah kepada orang tua yang paling utama adalah dengan akhlak dan menjaga
ibadah kita, apalagi jika orang tua kita berwatak keras atau bahkan pelaku
maksiat. Mesti bil hikmah.
6.
Hindari futur ketika pulang kampung.
Banyak
orang yang pulang kampung kembali ke jaman jahiliyah seperti nongkrong di pos ronda
bukan untuk jaga keamanan tapi main catur, domino, dan lain-lain. Jangankan
yang tidak belajar agama, tidak sedikit orang yang menghilang dari dunia dakwah
ketika pulang dari kampung. Kunci supaya tidak futur yakni banyak berdo’a
kepada Allah yang membolak - balikkan hati kita, bertawakal, membaca kisah-kisa
dalam al-Qur’an maupun dari para shahabat. Wallahu a’lam Bisshowaab.
Suatu Catatan dari Ta'lim Pengurus Mushallah Sastra Unhas oleh Ust Mukron Usman,Lc
Suatu Catatan dari Ta'lim Pengurus Mushallah Sastra Unhas oleh Ust Mukron Usman,Lc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar