Kamis, 29 Desember 2011

Penyimpangan Ajaran Syi'ah



Setiap Aliran mempunyai ajaran-ajaran pokok yang menjadi pedoman bagi para pengikutnya. Begitu pula dengan aliran Syi’ah. Akan tetapi yang membahayakan dari Syi’ah adalah bahwa aqidah Syi’ah berpijak di atas pencacian, pencelaan dan pengkafiran terhadap para shahabat Rasulullah SAW.
                Ajaran Syi’ah berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena mereka tetap mengaku Islam. Akan tetapi, yang dimaksud adalah Al-Qur’an dan Sunnah versi mereka, serta selalu menyelisihi ajaran Ahlussunnah wal jama’ah (Sunni).
                Oleh karena itu, mereka membangun prinsip-prinsip dan landasan pemikiran mereka dengan menjadikan agama sebagai penopangnya. Sehingga tidak aneh kalau ada diantara ajaran-ajaran agama yang disalah tafsirkan atau dengan kata lain diselewengkan supaya bisa sejalan dan selaras dengan pemikiran mereka. Dan itulah yang terjadi juga pada aliran-aliran lainnya selain Syi’ah.
                Penyimpangan-penyimpangan ajaran Syi’ah melebar ke berbagai aspek agama, baik dari segi Syari’ah, ibadah, maupun mu’amalah.
v  Kedudukan Khulafaur Rasyidin (para khalifah dalam Islam, penerus risalah kenabian )
Syi’ah tidak mengakui kekhalifaan Abu Bakar, Umar dan Utsman. Karena mereka berkeyakinan bahwa ketiga khalifah tersebut telah merampas kekhalifaan dari Ali bin Abi Thalib. Padahal, fakta sejarah telah jelas mencatat dan menyatakan bahwa Imam Ali bin Abi Thalib sendiri pada waktu itu ikut membai’at dan mengakui kekhalifaan Abu Bakar, Umar, da Utsman.
                Oleh karena itu Khulafaur Rasyidin yang diakui (sah) dalam agama Islam adalah :
a.       Abu Bakar Ash- Shiddieq
b.      Umar Al-Faaruuq
c.       Utsman bin Affan Dzu An-Nuurain
d.      Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah

v  Kedudukan para shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
Syi’ah berkeyakinan bahwa setelah Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam wafat, para shahabat banyak yang murtad, hanya menyisahkan beberapa orang saja yang masih beriman. Sehingga mereka berani mengkafirkan para shahabat. Hal itu dikarenakan para shahabat telah membai’at Abu Bakar Ash-Shiddieq sebagai khalifah.
Oleh karena itu, menghina atau mencaci-maki para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi sesuatu yang dibolehkan. Khususnya kepada Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Orang-orang Syi’ah menamai keduanya dengan sebutan “ Dua berhala Quraisy”. Mereka sering memanjatkan do’a yang diberi nama Du’a Shanamae Quraisy, yaitu :
“ Wahai Allah, semoga shalawat tercurah kepada Muhammad dan kepada keluarga beliau, dan laknatlah dua berhala Quraisy, Jibt dan Thaghut, dan kedua anak perempuan mereka. “ Miftahul Jinan, Hal. 114).
Tuduhan lain yang mereka tujukan kepada Abu Bakar, Umar, dan Utsman, serta para shahabat yang lainnya adalah tuduhan bahwa para shahabat tersebut telah merubah Al-Qur’an. Juga dituduh telah menghilangkan semua ayat yang memuji Ali serta menghilangkan semua ayat yang menerangkan bahwa Ali adalah pengganti Rasulullah SAW. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memperingatkan umatnya, “ Janganlah kalian mencela para Shahabatku. (karena) kalaulah di antara kalian ada yang bersedekah emas sebesar gunung, maka kebaikannya ini tidak akan bisa menyamai kebaikan mereka (para shahabat), walaupun hanya setengahnya. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, Islam sangat memuliakan kedudukan shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam karena kedekatan mereka dengan beliau. Bahkan salah satu riwayat megatakan bahwa 10 (sepuluh) orang di antara para Shahabat tersebut telah dijamin masuk Syurga oleh Allah Swt. Dengan demikian, sebagai umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasalam, kita tidak layak , bahkan dilarang menghina atau mencaci-maki para Shahabat.
v  Kedudukan Sitti ‘Aisyah, Istri Raslullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
Tidak hanya Shahabat yang dicaci-maki oleh Syi’ah. Sitti ‘Aisyah sebagai istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun tidak luput dari cacian, makian, fitnah, bahkan dianggap kafir. Dalam Islam, Sitti ‘Aisyah yang bergelar Ummul Mu’minin, sebagai istri Rasulullah adalah wanita mulia yang sangat dihormati dan dicintai.
v  Pernikahan Mut’ah dalam Ajaran Syi’ah
 Mut’ah yaitu melakukan akad nikah dalam jangka waktu tertentu, atau lebih dikenal dengan nikah/kawin kontrak. Apabila waktu yang disepakati pada saat akad telah habis, maka dengan sendirinya ikatan pernikahan tersebut putus atau berpisah tanpa adanya talak. Dalam nikah mut’ah, wanita yang menjadi istri tidak mempunyai hak waris jika sang suami meninggal.
Dalam ajaran Syi’ah, nikah mut’ah sangat dianjurkan dan hukumnya halal. Bahkan, mereka menguatkannya dengan mengarang berbagai keutamaan, diantaranya :
Ø  Nikah mut’ah adalah salah satu dasar ajaran Syi’ah. Siapa saja yang mengingkarinya, maka termasuk orang kafir.
Ø  Melakukan nikah mut’ah 1 (kali) saja, akan menjadikannya ahli syurga.
Ø  Orang yang meninggal dan belum pernah melakukan nikah mut’ah, maka dia akan datang pada hari kiamat dalam kondisi buntung/pincang.
Ø  Derajat orang yang melakukan nikah mut’ah 1 (satu) kali, seperti Husain; 2 (dua) kali seperti Hasan; 3 (tiga) kali seperti Ali, dan 4 (empat) kali seperti Rasulullah Shallallahu “Alaihi Wasallam.
Dengan prosesi nikah mut’ah yang sangat menggiurkan bagi kalangan pemuda, maka hal itu dijadikan senjata untuk mempengaruhi mereka supaya masuk Syi’ah. Padahal, sejarah mencatat bahwa haramnya nikah mut’ah berlaku juga pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Dalam Islam, pernikahan merupakan sesuatu yang suci dan disunnahkan. Dengan demikian, nikah mut’ah tidak sesuai dengan ajaran Islam. Tujuannya pun tidak berdasar pada tujuan nikah dalam Islam, tetapi hanya untuk kesenangan semata. Sehingga wanita menjadi pihak yang dirugikan, sedangkan Islam sangat menghormati dan memuliakan harkat dan martabat wanita. Meskipun pernah dibolehkan pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, akan tetapi kemudian diharamkan untuk selama-lamanya sampai hari kiamat oleh beliau sendiri.
Oleh karena itu, mut’ah (kawin kontrak), dilarang dan hukumnya adalah haram. Orang yang melakukan nikah mut’ah dihukumi sama dengan orang yang melakukan perbuatan zina dan dihukumi dengan hukum zina.
Pembaca yang budiman, sebenarnya masih banyak penyimpangan-penyimpangan Syi’ah yang tidak bisa kami muat seluruhnya dalam tulisan ini, namun beberapa yang kami sebutkan tadi merupakan penyimpangan-penyimpangan yang umum dikenal dalam ajaran Syi’ah. Lantas, bagaimana cara kita membentengi diri dari faham Syi’ah atau faham menyimpang lainnya? berikut ada beberapa TIPS yang disebutkan para ulama kita yaitu :
ü  Memperdalam aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah, utamanya Keutamaan Ahlul Bait dan Para Shahabat.
ü  Mempelajari sejarah Islam yang benar.
ü  Menghindari bujukan Syahwat
ü  Berusaha menyadarkan mereka yang menyimpang.
Sumber : Diringkas dari Buku “Mewaspadai Gerakan Syi’ah di Indonesia” oleh M. Amin Djamaluddin, dkk yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar