Setiap Aliran mempunyai
ajaran-ajaran pokok yang menjadi pedoman bagi para pengikutnya. Begitu pula
dengan aliran Syi’ah. Akan tetapi yang membahayakan dari Syi’ah adalah bahwa
aqidah Syi’ah berpijak di atas pencacian, pencelaan dan pengkafiran terhadap
para shahabat Rasulullah SAW.
Ajaran
Syi’ah berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena mereka tetap mengaku Islam.
Akan tetapi, yang dimaksud adalah Al-Qur’an dan Sunnah versi mereka, serta
selalu menyelisihi ajaran Ahlussunnah wal jama’ah (Sunni).
Oleh
karena itu, mereka membangun prinsip-prinsip dan landasan pemikiran mereka
dengan menjadikan agama sebagai penopangnya. Sehingga tidak aneh kalau ada
diantara ajaran-ajaran agama yang disalah tafsirkan atau dengan kata lain
diselewengkan supaya bisa sejalan dan selaras dengan pemikiran mereka. Dan
itulah yang terjadi juga pada aliran-aliran lainnya selain Syi’ah.
Penyimpangan-penyimpangan
ajaran Syi’ah melebar ke berbagai aspek agama, baik dari segi Syari’ah, ibadah,
maupun mu’amalah.
v
Kedudukan Khulafaur Rasyidin (para khalifah
dalam Islam, penerus risalah kenabian )
Syi’ah tidak
mengakui kekhalifaan Abu Bakar, Umar dan Utsman. Karena mereka berkeyakinan
bahwa ketiga khalifah tersebut telah merampas kekhalifaan dari Ali bin Abi
Thalib. Padahal, fakta sejarah telah jelas mencatat dan menyatakan bahwa Imam
Ali bin Abi Thalib sendiri pada waktu itu ikut membai’at dan mengakui kekhalifaan
Abu Bakar, Umar, da Utsman.
Oleh
karena itu Khulafaur Rasyidin yang diakui (sah) dalam agama Islam adalah :
a. Abu
Bakar Ash- Shiddieq
b. Umar
Al-Faaruuq
c. Utsman
bin Affan Dzu An-Nuurain
d. Ali
bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah
v
Kedudukan para shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam
Syi’ah
berkeyakinan bahwa setelah Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam wafat, para
shahabat banyak yang murtad, hanya menyisahkan beberapa orang saja yang masih
beriman. Sehingga mereka berani mengkafirkan para shahabat. Hal itu dikarenakan
para shahabat telah membai’at Abu Bakar Ash-Shiddieq sebagai khalifah.
Oleh karena itu,
menghina atau mencaci-maki para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
menjadi sesuatu yang dibolehkan. Khususnya kepada Abu Bakar dan Umar bin
Khattab. Orang-orang Syi’ah menamai keduanya dengan sebutan “ Dua berhala
Quraisy”. Mereka sering memanjatkan do’a yang diberi nama Du’a Shanamae
Quraisy, yaitu :
“ Wahai Allah, semoga shalawat tercurah kepada Muhammad dan kepada
keluarga beliau, dan laknatlah dua berhala Quraisy, Jibt dan Thaghut, dan kedua
anak perempuan mereka. “ Miftahul Jinan, Hal. 114).
Tuduhan lain
yang mereka tujukan kepada Abu Bakar, Umar, dan Utsman, serta para shahabat
yang lainnya adalah tuduhan bahwa para shahabat tersebut telah merubah
Al-Qur’an. Juga dituduh telah menghilangkan semua ayat yang memuji Ali serta
menghilangkan semua ayat yang menerangkan bahwa Ali adalah pengganti Rasulullah
SAW. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memperingatkan
umatnya, “ Janganlah kalian mencela para Shahabatku. (karena) kalaulah di antara
kalian ada yang bersedekah emas sebesar gunung, maka kebaikannya ini tidak akan
bisa menyamai kebaikan mereka (para shahabat), walaupun hanya setengahnya.
(H.R. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu,
Islam sangat memuliakan kedudukan shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
karena kedekatan mereka dengan beliau. Bahkan salah satu riwayat megatakan
bahwa 10 (sepuluh) orang di antara para Shahabat tersebut telah dijamin masuk
Syurga oleh Allah Swt. Dengan demikian, sebagai umat Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasalam, kita tidak layak , bahkan dilarang menghina atau mencaci-maki
para Shahabat.
v
Kedudukan Sitti ‘Aisyah, Istri Raslullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
Tidak hanya
Shahabat yang dicaci-maki oleh Syi’ah. Sitti ‘Aisyah sebagai istri Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun tidak luput dari cacian, makian, fitnah,
bahkan dianggap kafir. Dalam Islam, Sitti ‘Aisyah yang bergelar Ummul Mu’minin,
sebagai istri Rasulullah adalah wanita mulia yang sangat dihormati dan
dicintai.
v
Pernikahan Mut’ah dalam Ajaran Syi’ah
Mut’ah yaitu melakukan akad nikah dalam jangka
waktu tertentu, atau lebih dikenal dengan nikah/kawin kontrak. Apabila waktu
yang disepakati pada saat akad telah habis, maka dengan sendirinya ikatan
pernikahan tersebut putus atau berpisah tanpa adanya talak. Dalam nikah mut’ah,
wanita yang menjadi istri tidak mempunyai hak waris jika sang suami meninggal.
Dalam ajaran
Syi’ah, nikah mut’ah sangat dianjurkan dan hukumnya halal. Bahkan, mereka
menguatkannya dengan mengarang berbagai keutamaan, diantaranya :
Ø
Nikah mut’ah adalah salah satu dasar ajaran
Syi’ah. Siapa saja yang mengingkarinya, maka termasuk orang kafir.
Ø
Melakukan nikah mut’ah 1 (kali) saja, akan
menjadikannya ahli syurga.
Ø
Orang yang meninggal dan belum pernah melakukan
nikah mut’ah, maka dia akan datang pada hari kiamat dalam kondisi
buntung/pincang.
Ø
Derajat orang yang melakukan nikah mut’ah 1
(satu) kali, seperti Husain; 2 (dua) kali seperti Hasan; 3 (tiga) kali seperti
Ali, dan 4 (empat) kali seperti Rasulullah Shallallahu “Alaihi Wasallam.
Dengan prosesi
nikah mut’ah yang sangat menggiurkan bagi kalangan pemuda, maka hal itu
dijadikan senjata untuk mempengaruhi mereka supaya masuk Syi’ah. Padahal,
sejarah mencatat bahwa haramnya nikah mut’ah berlaku juga pada masa
pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Dalam Islam, pernikahan
merupakan sesuatu yang suci dan disunnahkan. Dengan demikian, nikah mut’ah
tidak sesuai dengan ajaran Islam. Tujuannya pun tidak berdasar pada tujuan
nikah dalam Islam, tetapi hanya untuk kesenangan semata. Sehingga wanita
menjadi pihak yang dirugikan, sedangkan Islam sangat menghormati dan memuliakan
harkat dan martabat wanita. Meskipun pernah dibolehkan pada masa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, akan tetapi kemudian diharamkan untuk
selama-lamanya sampai hari kiamat oleh beliau sendiri.
Oleh karena itu,
mut’ah (kawin kontrak), dilarang dan hukumnya adalah haram. Orang yang
melakukan nikah mut’ah dihukumi sama dengan orang yang melakukan perbuatan zina
dan dihukumi dengan hukum zina.
Pembaca yang
budiman, sebenarnya masih banyak penyimpangan-penyimpangan Syi’ah yang tidak
bisa kami muat seluruhnya dalam tulisan ini, namun beberapa yang kami sebutkan
tadi merupakan penyimpangan-penyimpangan yang umum dikenal dalam ajaran Syi’ah.
Lantas, bagaimana cara kita membentengi diri dari faham Syi’ah atau faham
menyimpang lainnya? berikut ada beberapa TIPS yang disebutkan para ulama kita
yaitu :
ü
Memperdalam aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah,
utamanya Keutamaan Ahlul Bait dan Para Shahabat.
ü
Mempelajari sejarah Islam yang benar.
ü
Menghindari bujukan Syahwat
ü
Berusaha menyadarkan mereka yang menyimpang.
Sumber : Diringkas dari Buku
“Mewaspadai Gerakan Syi’ah di Indonesia” oleh M. Amin Djamaluddin, dkk yang
diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar