Rabu, 21 Desember 2011

Fenomena Tasyabbuh di Akhir Tahun


By:Abu Muhammad Al-Munawy
(Ketua Umum Fosmim Makassar)

Secara fitrah manusia dikaruniai potensi yang luar biasa yang diberikan oleh Allah subhanahu Wata’ala, zat yang menciptakan, menghidupkan, dan mematikan makhluk-Nya. Selain hawa nafsu, salah satu potensi yang besar yang tak terkira yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah nikmat akal yang dengannya manusia bisa lebih baik dari pada makhluk lain. Dengan akalnya manusia bisa berfikir,  belajar, merenung, maupun bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Termasuk dengan akal itu pula manusia bisa menentukan atau memutuskan sesuatu berdasarkan nalar, logika, maupun perasaannya mana yang seharusnya diikuti dan mana yang seharusnya dijauhi. Namun, saking bodohnya manusia ini, hal-hal buruk pun diikuti tanpa mempertimbangkan norma-norma yang ada terlebih ajaran agama.
Bulan Desember, bulan terakhir dalam sistem penanggalan Masehi bagi sebagian kalangan merupakan bulan yang menjadi saat-saat yang tepat untuk introspeksi diri dari setiap kesalahan yang dilakukan setahun penuh sekaligus menyusun strategi guna meraih impian-impian baru sebelum melangkah pasti menitih kehidupan di tahun berikutnya. Namun, bagi kalangan ummat Islam yang paham akan agamanya, bulan ini agaknya menjadi bulan kesedihan dan kegalauan karena setidaknya ada 2 moment di bulan Desember ini dimana ummat Islam dihadapkan pada tradisi dan kebudayaan agama lain yakni hari natal dan selanjutnya adalah perayaan tahun baru Masehi yang merupakan tradisi ‘wajib’ bagi penduduk di seluruh permukaan bumi yang berjumlah sekitar kurang lebih 6 Milyar jiwa. Bukannya sedih karena tidak sempat merayakannya, namun sebaliknya, budaya copy paste, latah, ikut merayakan, bersuka cita, sampai ikut-ikutan berbuat maksiat telah mewarnai pemikiran dan tingkah laku ummat Islam terlebih para pemuda.. Dalam kalangan ummat Islam istilah ini dikenal dengan istilah tasyabbuh. Mari kita telisik satu persatu bentuk tasyabbuh tersebut.

Hari natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember diklaim oleh orang orang Nasrani sebagai hari kelahiran Yesus Kristus. Padahal, sejarah membuktikan bahkan pendeta-pendeta mereka juga mengakui bahwa tanggal kelahiran Yesus atau Isa dalam agama Islam, tidak bisa dipastikan secara persis. Usut punya usut, tanggal 25 Desember itu ternyata merupakan tanggal kelahiran Dewa Matahari dalam mitologi Yunani. Tidak perlu diherankan karena memang Agama kristen mengadopsi warisan dari kaum pagan penyembah dewa matahari. Umat kristiani telah bersepakat bahwa Yesus bagi mereka adalah pembawa terang sehingga diibaratkan seperti matahari yang merupakan sumber cahaya terbesar bagi kehidupan di bumi.
Sayangnya, moment tersebut bagi sebagian besar ummat Islam khususnya generasi muda dijadikan sebagai momentum untuk merusak aqidahnya sendiri atas nama toleransi. Inilah yang terjadi. Lantaran kebodohan ummat ini akan agamanya, mereka rela ikut merayakan bersama teman atau kenalannya yang beragama nasrani, turut memakai atribut natal seperti busana sinterclas, membuat pohon natal, dan lain sebagainya. Bahkan yang lucunya, kami pernah nonton siaran ditelevisi, ada beberapa organisasi Islam sampai pengurus remaja masjid yang rela menjadi pengaman di acara Misa-misa malam natal. Padahal, dalam Al Qur’an Allah Subhaanahu Wata’ala melarang kita untuk saling tolong menolong dalam hal keburukan. Kalau saja mereka mempelajari aqidah Islam yang lurus, sekadar mengucapkan selamat hari natal saja kepada umat nasrani pasti mereka tidak akan lakukan. Berkata Imam Ibnu Qayyim “memberikan ucapan selamat di hari besar ummat agama lain jauh lebih buruk dari pada mengucapkan selamat kepada pelaku zina". Tentu saja ini adalah bentuk kesyirikan yang sangat besar yang tidak diampuni dosanya oleh Allah Subhaanahu Wata’ala sebelum bertobat.
            Parahnya, berbagai media massa terutama televisi menjadi wadah empuk bagi para pemimpin maupun pejabat negeri ini yang notabene beragama Islam untuk mengucapkan selamat hari natal. Artis atau selebriti lebih-lebih lagi tentu dengan dalih toleransi antar umat beragama. Sungguh mulia apa yang dilakukan oleh salah satu Ulama besar kebanggaan Indonesia yang bernama Buya Hamka ketika beliau menjadi Ketua MUI sekitar tahun 80-an, beliau rela mengundurkan diri menjadi ketua MUI lantaran beliau getol dan tidak mau mencabut fatwa MUI  bahwa natalan bersama dengan umat nasrani hukumnya adalah Haram. Sayangnya, para Ulama kita hari ini tidak ada yang secara tegas melarang bentuk tasyabbuh dan perusakan aqidah seperti itu. Apakah mereka atau kita semua lupa dengan dalil dalam Al Qur’an yang sering dilafalkan oleh anak TK TPA yakni surah Al-Qaafirun yang salah ayatnya berbunyi ‘Lakum Diinukum waliyadin’ yang berarti “ untukmu agamu dan untukku agamaku“. Dalam tafsir Ibnu Katsir, asbabun nuzul ayat ini berkaitan dengan orang-orang kafir yang intinya Rasulullah tidak ingin mencampuradukkan agama Islam yang murni dengan ajaran orang kafir.
Yang kedua, bentuk tasyabbuh yang nyata dilakukan oleh pemuda-pemuda Islam adalah turut larut dalam perayaan tahun baru Masehi. Tahun baru hijriah saja tidak ada anjurannya untuk dirayakan apalagi tahun baru masehi yang sejatinya sebenarnya merupakan penanggalan Kristen. Betapa tidak, kita bisa melihat banyak pemuda-pemudi muslim yang rela berpesta pora sambil bergadang dan menanti detik detik pergantian tahun. Bahkan, tidak sedikit kita dapati  kegadisan seorang perempuan ketika malam itu luluh lantah akibat hubungan seksual alias perzinahan dengan pacar atau teman laki-lakinya, waiyyaudzubillah. Bahkan, ada seorang teman yang pernah bercerita bahwa ketika pagi hari di awal tahun baru beliau temukan banyak kondom-kondom busuk yang berserakan di sepanjang pantai Losari. Belum lagi di diskotik-diskotik bahkan sampai dipondokan-pondokan mahasiwa mereka melakukan ritual konyol perzinahan ala binatang seperti itu. Mungkin inilah yang menjadi bukti dari perkataan seorang pendeta nasrani beberapa abad yang lalu dalam sebuah konferensi para Misionaris Kristen Se-Dunia yang disebut Konferensi Al Quds, beliau mengatakan “ Yang harus kita lakukan untuk menghancurkan Islam adalah bukan menjadikan umat Islam masuk agama kita tetapi cukuplah mereka mengikuti adat dan kebiasaan agama kita.”
Lebih lanjut ketika kita telisik lebih jauh dalam ajaran agama kita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewanti-wanti kita dalam sebuah sabda beliau bahwa barang siapa yang mengikuti suatu kaum maka dia termasuk dalam golongan mereka. Dalam hadits yang lain Rasulullah menyampaikan kepada para sahabatnya bahwa akan datang suatu masa dimana kalian akan mengikuti kalangan sebelum kalian sehasta demi sehasta sampai ketika mereka masuk dalam lubang biawak sekalipun kalian akan mengikutinya. Kemudian seorang sahabat bertanya"apakah mereka kaum Yahudi dan Nasrani wahai Rasulullah?’ Kemudian Rasulullah menjawab, siapa lagi kalau bukan mereka.
Lantas, apa yang mesti kita lakukan untuk membendung kebodohan ummat maupun makar musuh-musuh Islam seperti ini? Haruskah kita hanya menjadi penonton saja sekaligus meratapi fenomena ummat? Kita mungkin tidak akan terkena oleh makar-makar mereka, tapi tidak menutup kemungkinan , adik adik kita, sepupu-sepupu kita, keluarga atau teman-teman kita yang lain akan menjadi korban-korban selanjutnya. Tentu saja hal ini tidak bisa kita biarkan. Ada beberapa hal yang mestinya bisa kita lakukan antara lain: 
1.  Mempelajari kemudian mendakwahkan aqidah Islam yang sebenarnya kepada ummat, yakni aqidah Ahlussunah Wal Jama’ah berdasarkan pemahaman shalafussholeh. 
2. Mempelajari ilmu syar’I secara kaffah sehingga kita bangga dengan agama kita sendiri. 
3. Memperbesar kecintaan kepada Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam sebagai konsekuensi syahadat kita sekaligus mengidolakan beliau karena dengan mengikuti tingkah laku beliau, kita akan menemukan bahwa beliau satu-satunya manusia yang pantas kita bertasyabbuh terhadapnya. Kemudian juga mestinya kita mempelajari kehidupan para sahabat dan orang-orang saleh terdahulu maupun ulama-ulama masa kini supaya kita semua semakin cinta dengan Islam yang dengannya kita bisa percaya diri dan tidak malu-malu lagi menunjukkan identistas kita sebagai seorang muslim.
Dengan berusaha mengamalkan beberapa tips diatas insyaaAllah suatu saat tanpa ragu lagi kita akan mengatakan “I’m A real Moslem” and Go to Hell for the Unbelievers. Wallahu a’lam bishawaab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar