By : Abu Muhammad Al-Munawy
(Ketua Umum Fosmim Makassar)
(Ketua Umum Fosmim Makassar)
Sebuah subuh yang Indah, seperti
biasanya kaum muslimin warga pondokan Unhas harus rela meninggalkan kasur
empuknya tuk menyambut panggilan sang Ilahi. Mata yang serasa belum puas
menerawangi mimpi-mimpi indah dalam tidur harus terbelalak walaupun agak berat demi
dorongan hati dalam penghambaan diri
kepada Rabb, Allah Subhaanahu Wata’ala sang penguasa subuh. Ya, shalat subuh
merupakan shalat yang paling berat dikerjakan diantara shalat Fardhu yang lain
apatah lagi bagi para mahasiswa. Tidak heran Nabi kita yang tercinta sudah
mewanti-wanti dalam sebuah Haditsnya bahwa Shalat yang paling berat dilaksanakan
oleh orang-orang munafik adalah shalat Isya dan shalat subuh. Ini tidak berarti
kami mengklaim mahasiswa pondokan banyak yang munafik loh. Itu hanyalah wasiat
Rasulullah yang menggambarkan pentingnya kedua shalat tersebut.
Setelah shalat subuh, lazimnya yang
dilakukan oleh jama’ah adalah berzikir ba’da shalat, membaca Al Qur’an,
berbincang dengan jama’ah yang lain, maupun ada yang langsung berdiri untuk kembali
ke pondokan masing-masing entah untuk melakukan aktivitas yang produktif ataukah
melanjutkan episode mimpi sebelumnya alias tidur kembali. Inilah yang merupakan
sindrom tidur pagi yang menimpa kaum muslimin, mahasiswa, atau bahkan aktivis
dakwah sekalipun, termasuk kami juga mungkin yang terkadang melakukannya
(astaghfirullah). Semoga kita semua bisa menghilangkan kebiasaan kurang baik
ini paling minimal menguranginya karena tidak bisa dipungkiri kadang memang
kita kecapean karena bagadang di malam sebelumnya.
Di subuh ketika itu, setelah
beberapa saat setelah shalat ditegakkan, naiklah seorang Ust pondokan sekaligus
orang tua kami yang akrab kami kenal dengan sebutan Ust Lingga. Beliau
berinisiatif untuk memberikan kultum kepada para jama’ah. Itu bukan kali
pertama beliau membawakan kultum. Dalam banyak kesempatan ba’da shalat subuh,
beliau selalunya memberi siraman rohani kepada para jama’ah, singkat tapi
menyentuh. Itulah ciri khusus wejangan beliau, singkat namun menukik tajam
menyusuri lorong-lorong hati menyirami qalbu yang keruh. Menggugah,inspiratif
dan menggetarkan jiwa. Beliau ketika itu memberikan kultum tentang pembagian atau
kategori dari para ma'mum ketika shalat. Beliau mengatakan, ada 4 tipe ma'mum
ketika shalat yaitu :
1. Ma’mum
Musaabaqah, artinya ma'mum yang berlomba dengan imam. Imam belum ruku, dia
sudah ruku. Imamnya baru mau bangkit dari sujud dia sudah bangkit. Bahkan ada
jama’ah yang pernah kami temukan imam belum selesai takbiratul ikhram dia sudah
bertakbir bahkan yang lebih parah suara takbirnya lebih besar dari imam.
Intinya ma’mum seperti ini sangat tidak dibenarkan.
2. Ma’mum
Muwaafaqah, artinya ma'mum yang menyamai imam. Saking taklid butanya sama imam
(mungkin). Kondisi ma’mum seperti ini juga tidak dibenarkan.
3. Ma’mum
mutaaba’ah yakni ma'mum yang mengikuti imam. Yah inilah yang benar yang mesti
kita ikuti. Ketika imam selesai melakukan suatu rukun dalam shalat, ma'mum
langsung mengikuti gerakan tersebut. Para fuqaha telah menyebutkan kaidah yang baik dalam masalah ini, yaitu
hendaknya ma'mum segera bergerak ketika imam telah selesai mengucapkan
takbir. Ketika imam selesai melafadzkan huruf (ra’) dari kalimat Allahu
Akbar, saat itulah makmum harus segera mengikuti gerakan imam, tidak
mendahului dari batasan tersebut atau mengakhirkannya. Jika demikian
maka batasan itu menjadi jelas. Semoga kita berada dalam
golongan mutaaba’ah ini.
4. Ma’mum
mukhallafah artinya ma'mum yang menyelisihi imam. Maksudnya, ma'mum yang
sengaja atau tidak sengaja sehingga dia ketinggalan beberapa rukun shalat dibanding
imam. Contohnya ketika imam sudah sujud dia masih tumaninah dalam rukuknya. Ini
saking khusu karena tumaninah atau lambat loading karena menghayal? he he.
Intinya model ma'mum seperti ini juga tidak kalah buruknya alias keliru.
Tentang
kesalahan tersebut, Ust Lingga mengatakan bahwa para ulama sekalipun bahkan
sampai menyatakan ma'mum yang model shalatnya seperti ketiga jenis tipe ma'mum
yang salah diatas, shalatnya dianggap batal. Kecuali mungkin karena tidak
sengaja, lupa, atau lagi menghayal (mungkin). Yah semuanya juga kembali lagi
karena tipu daya syaitan dalam shalat.
Diakhir-akhir
kultum beliau, beliau menyebutkan bahwa kita hanya bisa bersamaan dengan imam
hanya dalam satu kondisi dalam shalat fardhu yakni ketika mengatakan aamin
setelah bacaan surah Al Fatihah dalam shalat jahriyyah (maghrib, isya, dan
subuh).
Setelah usai
kultum, kamipun berdiri dan menghampiri ikhwah-ikhwah al-Hizaam sambil berjalan
menuju sekretariat masjid dan berkata kepada ikhwa-ikhwa termasuk Kak Iwan yang
terkenal dengan banyolannya, Akupun berujar “Bagaimana dengan imam yang
pembalap kok tidak di bahas? Merekapun tertawa dan ada pula yang senyum-senyum
setengah mati. Emang ada ya senyum-senyum setengah mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar