By : Abu Afif Ibnu Husein
Kali ini saya akan berbagi dengan sahabat fillah sekaligus menjawab
share beberapa sahabat yang meminta untuk di bahas hal ini secara
specifik, dan mohon maaf baru bisa menanggapinya sekarang.. ^_^
Inilah
argumen saya,yang mungkin sahabat pernah membaca hal-hal yang kurang
lebih seperti ini ,mendengar dsb,dan seperti yg salah 1 sahabat katakan
bahwa kebanyakan jawaban yg keluar dari argumen mereka mencirikan
pribadi mereka,dan inilah saya.. selamat membaca !!
Makna
ta'aruf yang sebenarnya adalah berkenalan.Pada beberapa tahun terakhir
ini, ada gejala pergeseran makna ta'aruf. Ada kecenderungan, ta'aruf tidak
lagi diartikan menurut makna asli yang terkandung dalam Al-Quran, surah
al-Hujurât [49], ayat 13:
“Hai manusia! Sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku li ta‘ârafû (supaya
kamu saling kenal). …. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.”
Istilah Lain Yang Lebih Tepat
Di
kitab Abdul Halim Abu Syuqqah, Tahrîr al-Mar’at (kitab ini menghimpun
hadits-hadits shahih mengenai hubungan pria-wanita), aku jumpai enam
hadits shahih mengenai perlunya “pendekatan” antara laki-laki dan
perempuan yang hendak segera menikah. (Lihat Abdul Halim Abu Syuqqah,
Kebebasan Wanita (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hlm. 53-56.)
Di
situ, ada satu kata khas yang selalu muncul pada keenam hadits
tersebut. Apakah kata khas ini seakar dengan istilah “taaruf” (saling
kenal)?
Tidak. Istilah taaruf atau pun kata-kata yang
seakar dengannya tidak pernah muncul di situ. Kata khas yang muncul
adalah “nazhar”. Kemunculannya berbentuk kata kerja “yanzhuru”
(memperhatikan) dan kata perintah “unzhur” (perhatikanlah).
Nah!
Dari situ kita jadi ngeh, ternyata kita tidak diperintahkan untuk
sekadar “taaruf” (saling kenal) bila hendak segera menikah. Yang
disyariatkan dalam keadaan ini adalah “tanazhur” (saling memperhatikan).
Terus, apakah kata “nazhar” itu eksklusif khusus bagi yang hendak segera menikah?
Enggak
juga. Contohnya, dalam suatu riwayat yang ngetop dikabarin, Ali r.a.
berwasiat: “Unzhur mâ qâla wa lâ tanzhur man qâla.” (Perhatikanlah apa
yang dikatakan dan janganlah kau perhatikan siapa yang mengatakan.)
Jadi,
buat ngebedain ama jenis-jenis tanazhur lainnya, istilah yang lebih
tepat untuk “pendekatan” antara laki-laki dan perempuan yang hendak
segera menikah adalah TANAZHUR PRANIKAH.
Jadi, makna asli istilah taaruf itu adalah proses saling kenal dengan siapa pun selama hayat dikandung badan.
Jika
yang anda maksudkan kebanyakan masyarakat sekarang adalah taaruf dalam
rangka akan menikah, maka kira-kira umumnya dilakukan sebagai berikut:
1.
Saling tukar menukar data diri, nama, alamat, tempat tanggal lahir,
nama orang tua, suku, hobi, dan lain-lain yang dianggap wajar sebagai
perkenalan pertama. Plus foto masing-masing.
2. Jika dari
data pertama tersebut, jika kedua pihak setuju, maka pertemuan
dilanjutkan sesuai kesepakatan untuk berjumpa pertama kali atau
“melihat”. Yang kita sebut "melihat" inilah yang sebenarnya sesuai
sunnah Nabi SAW, sebab Beliau SAW ketika salah seorang menyatakan akan
menikah dengan si fulanah, beliau bertanya apakah sudah pernah melihat
fulanah tersebut? Kemudian Beliau menganjurkan sahabat tersebut untuk
melihatnya, dengan alasan: “karena melihat membuat engkau lebih
terdorong untuk menikahinya”. Kira-kira demikian. Yang disebut “melihat”
ini biasanya dilakukan dengan ditemani orang lain, sesama wanita dari
pihak wanita (atau mahramnya yang pria) dan si pria bisa sendiri atau
dengan orang lain.
3. Dalam pertemuan pertama tersebut
fungsinya membuktikan data foto. Bisa jadi dalam pertemuan tersebut satu
sama lain saling bertanya tentang hal-hal yang perlu diperjelas.
4.
Seringkali pertemuan tsb dilanjutkan dengan “hubungan” selanjutnya
dengan maksud memperjelas perkenalan, yaitu mungkin dengan (1) surat
menyurat (2) sms atau telepon (3) atau pertemuan lain dengan komposisi
yang sama. Dalam langkah selanjutnya ini umumnya yang dilakukan adalah
mendetilkan perkenalan.
5. Jika saling setuju, maka
selanjutnya kedua pihak mulai melibatkan ortu, kadang juga ortu terlibat
sejak awal, namun biasanya jika sudah melibatkan ortu itu artinya mulai
bicara teknis pernikahan.
6. Jika sudah bicara teknis
artinya sudah dalam proses menuju pernikahan atau dengan kata lain si
wanita sudah dilamar dan tak boleh dilamar pria lain. Seringkali kami
juga menganjurkan agar kedua pihak (pada tahap antara nomer 4 dan 5)
untuk saling tukar data lebih jauh, misalnya keduanya masing-masing
membuat semacam surat perkenalan yang menceritakan tentang diri
masing-masing, misalnya kisah singkat tentang dirinya atau tentang
hobinya dsb. Ini ijtihad saja yang intinya untuk memberi kesempatan atau
sarana bagi kedua pihak untuk taaruf. Bisa juga anda engembangkan
cara-cara lain. Apapun juga ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik
sebagai “aturan main” taaruf untuk pernikahan pada zaman kita ini
1. Tidak berkhalwat (hadits ttg ini sudah jelas dan dibahas di banyak buku dan kesempatan)
2. Tidak boleh zina hati dan zina mata (termasuk mendekati zina)
3.
Agar nomer 2 tidak dilanggar, maka waktu taaruf tak boleh terlalu
panjang, apalagi jika sampai tanpa batas yang ditentukan. Jika tak bisa
menentukan waktu, sebaiknya pisah saja dulu tanpa ikatan janji. Sebab
(1) janji atau yang semacam itu mengundang harap-harap dan itu menjadi
zina hati (2) Janji menyebabkan pria lain tak bisa mendekati si wanita
dan itu membuat posisinya sudah “setengah milik” bagi pria yang sedang
melamarnya tanpa batas waktu kapan menikah. (3) keadaan yang bagaikan
“setengah milik” ini menimbulkan kecenderungan mencairkan “hijab dalam
pergaulan” antara kedua insan tersebut, ini menjadi mendekati zina.
Contohnya adalah timbulnya perilaku cemburu pada pacar atau tunangan
yang padahal tak ada kaitan/ikatan apa-apa.
4. Jika sudah
ada kata sepakat, segeralah menentukan waktu dan kemudian menikah.
Wallahua’lam bishshowwaab. Yang benar datangnya dari Allah SWT, yang
salah datang dari kelemahan, kebodohan dan kemaksiyatan manusia.
Lalu bagaimna ada yang pacaran berkedok ta'aruf ? simak perbedaanya..
Adapula perbedaan taaruf dengan pacaran adalah sebagai berikut:
Tujuan
-
taaruf (t) : mengenal calon istri/suami, dengan harapan ketika ada
kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan pernikahan.
-
pacaran (p) : mengenal calon pacar, dengan harapan ketika ada kecocokan
antara kedua belah pihak berlanjut dengan pacaran, syukur-syukur bisa
nikah ...
Kapan dimulai
- t : saat calon
suami dan calon istri sudah merasa bahwa menikah adalah suatu kebutuhan,
dan sudah siap secara fisik, mental serta materi.
- p : saat sudah diledek sama teman:"koq masih jomblo?", atau saat butuh temen curhat, atau saat taruhan dengan teman.
Waktu
- t : sesuai dengan adab bertamu.
- p : pagi boleh, siang oke, sore ayo, malam bisa, dini hari klo ngga ada yang komplain juga ngga apa-apa.
Tempat pertemuan
- t : di rumah sang calon, balai pertemuan, musholla, masjid, sekolahan.
- p : di rumah sang calon, kantor, mall, cafe, diskotik, tempat wisata, kendaraan umum & pribadi, pabrik.
Frekuensi pertemuan
- t : lebih sedikit lebih baik karena menghindari zina hati.
- p : lazimnya seminggu sekali, pas malem minggu. Kalo bisa lebih.
Lama pertemuan
- t : sesuai dengan adab bertamu
- p : selama belum ada yang komplain, lanjut !
Materi pertemuan
- t : kondisi pribadi, keluarga, harapan, serta keinginan di masa depan.
- p : cerita apa aja kejadian minggu ini, ngobrol ngalur-ngidul, ketawa-ketiwi.
Jumlah yang hadir
-
t : minimal calon lelaki, calon perempuan, serta seorang pendamping
(bertiga). maksimal tidak terbatas (disesuaikan adab tamu).
- p : calon lelaki dan calon perempuan saja (berdua). klo rame-rame bukan pacaran, tapi rombongan.
Biaya
- t : secukupnya dalam rangka menghormati tamu (sesuai adab tamu).
-
p : kalau ada biaya: ngapel, kalau ngga ada absent dulu atau cari
pinjeman, terus tempat pertemuannya di rumah aja kali ya? tapi gengsi
dong pacaran di rumah doang ?? apa kata doi coba ??
Lamanya
-
t : ketika sudah tidak ada lagi keraguan di kedua belah pihak, lebih
cepat lebih baik. dan ketika informasi sudah cukup (bisa seminggu,
sebulan, 2 bulan), apa lagi yang ditunggu-tunggu?
- p : bisa 3 bulan, 6 bulan, setahun, 2 tahun, bahkan mungkin 10 tahun.
Saat tidak ada kecocokan saat proses
- t : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan menyebut alasannya.
- p : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan/tanpa menyebut alasannya.
Tercatat
Wa maa kholaqtul jinni wal insini, illa liya'buduun
(dan tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu)
(Adz Dzaariyat : 56)
( Qs.An-Nur 26,30,31)dsb
mungkin itu yang bisa saya sampaikan, semoga bermanfaat mohon maaf jika ada kehilafan
( kebenaran datangnya selalu dari Allah dan Kehilafan datangya dari diri pribadi maafkan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar