Oleh : Abu Fahd Negara Tauhid
Dari kami (penyeru dakwah di Facebook) dan untuk kami…
- Ketika kita menulis status dakwah dengan niat agar banyak yang menge-like.
- Ketika kita bermudah2an dalam berdebat, mengkritik dan membantah agar manusia mengetahui bahwa kita adalah orang yang berilmu.
- Ketika kita menulis status dengan ilmu2 tingkatan ustadz atau ulama dengan niat agar manusia mengetahui bahwa kita memiliki ilmu yang …tinggi.
- Ketika kita bangga karena banyaknya manusia yang menge-like status kita.
- Ketika kita kecewa atau sedih karena tidak ada manusia yang menge-like status kita, atau sedikit manusia yang menge-like status kita.
- Ketika muncul rasa hasad/dengki pada diri kita tatkala melihat status orang lain di-like banyak orang.
- Ketika kita ingin mengetahui siapa saja orang2 yang menge-like status dakwah kita.
- Ketika kita mengcopas status atau artikel atau catatan orang lain tanpa menyertakan sumbernya agar manusia menyangka itu adalah karyanya sendiri.
- Ketika kita merasa berat hati untuk menerima kebenaran atau mengambil kebenaran dari orang yg dibawah kita, atau orang yang menyelisihi pendapat kita.
Jika ada salah satu dari sifat kita diatas, maka berhati2lah kita, karena bisa dipastikan kita sedang tertimpa penyakit berbahaya, yaitu penyakit untuk mencari keridhaan makhluk, dan bukan mencari keridhaan Sang Khaliq.
Ketika beberapa orang dokter bekerja sama menyembuhkan penyakit salah satu pasiennya, dan kemudian Allah memberikan kesembuhan kepada pasien tersebut, maka para dokter itu pun bergembira dan bersyukur atas kesembuhan pasiennya. Tidak ada rasa hasad/dengki, riya serta ujub di antara mereka.
Namun apa yang terjadi dengan sebagian dari para Da’i saat ini, yang mana tugas mereka adalah mulia, baik Da’i di dunia nyata maupun Da’i di dunia maya?
Ketika seorang Da’i menganggap Da’i2 lainnya adalah pesaing baginya, bukan saudara yang bekerja sama dalam satu medan, yaitu medan dakwah. Masing2 menginginkan pengakuan dan penghormatan itu untuknya saja, tidak untuk yang lain. Masing2 menginginkan kecintaan untuknya saja, tidak untuk yang lain. Masing2 menginginkan ketenaran, dan penghargaan untuknya saja, bukan untuk yang lain.
Sungguh, penyakit yang berbahaya yang ada pada sebagian da’i dan ustadz ini juga telah pindah kepada murid2 mereka. Maka banyak kita temui para murid yang saling berbangga dengan para ustadz, dan cara saling membanggakan bahwa ustadznya telah belajar pada Fulan dan Fulan, serta telah lulus dari jurusan fulan dan…dan…dan seakan-akan dia mewahyukan kepada orang2 yang ada di hadapannya bahwa ustadzmu tidak berada pada kedudukan ustadzku yang mulia. Maka hilanglah dari orang2 seperti itu bahwa tolak ukur dan timbangan dalam tingkatan keutamaan adalah kadar hubungan terhadap Allah, bukan pada tolak ukur selain itu.
Sebagaimana termasuk tanda2 ujub adalah mencari jabatan dan kepemimpinan. Seorang da’i terbiasa melihat kepada dirinya bahwa segala sesuatu, dialah yang terpenting, baru kemudian yang lain. Dia tidak menghormati perasaan mereka, dan melihat kepada mereka bahwa mereka berada di bawahnya.
Kami memohon kepada Allah agar amal2 kami menjadi amal yang ikhlas hanya untuk Allah. Dan mudah2an Allah memberikan taufiq kepada kita semua kepada apa yang Dia ridhai dan cintai.
(catatan ini terinspirasi dari sebuah artikel ‘Penyakit Ujub’ di majalah Qiblati, dengan beberapa tambahan seperlunya).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar