Keresahan umat Islam dengan maraknya
penyebaran ajaran Syi’ah ternyata juga dialami oleh warga muslim
Makasar. Salah seorang peneliti dari LPPI cabang Makasar KH. Muhammad
Said Abdus Shamad, Lc, mengungkapkan permasalahan tersebut saat
voa-islam.com berkesempatan mewawancarai beliau di PP Muhammadiyah
Menteng Jakarta Pusat, Kamis (5/1/2012).
KH. Muhammad Said sebenarnya sengaja
datang dari Makasar ke Jakarta untuk melaporkan temuannya mengenai
penolakan gelar doktoral yang sedang ditempuh tokoh Syi’ah Jalaludin
Rahmat di UIN Alaudin Makasar, kepada LPPI Pusat yang dipimpin H. Amin
Jamaludin juga kepada sejumlah instansi terkait dan ormas-ormas Islam.
Di sela-sela waktu istirahatnya, anggota
Komisi Dakwah MUI Makasar ini memaparkan kondisi penyebaran Syi’ah di
daerahnya yang jika dibiarkan akan berpotensi terjadinya konflik seperti
di Sampang, Madura. Berikut ini adalah kutipan wawancara voa-islam.com
bersama KH. Muhammad Said Abdus Shamad, Lc.
Assalamu’alaikum wr.wb.
Wa’alaikum salam wr.wb.
Langsung saja ustadz, sebagai seorang peniliti, bagaimana awal mula masuknya masuknya Syi’ah di Makasar?
Kalau di Makassar sendiri ajaran Syi’ah
dimulai pada waktu revolusi Iran terjadi di bawah Ayatullah Khumaini,
sehingga pelajar dan mahasiswa termasuk para dosen sangat tertarik
membaca buku-buku yang berasal dari penulis-penulis Iran seperti Ali
Syariati, Murtadha Muthahari dan lain-lain.
Apa yang menarik perhatian masyarakat Makasar terhadap Syi’ah?
Mereka tertarik sebenarnya kepada
semangatnya namun dengan tanpa mereka sadari akhirnya mereka terlibat di
dalam ajarannya, di mana Kang Jalal (Prof. Dr. Jalaludin Rahmat) itu
sangat sering datang ke Makassar karena melihat antusias dan semangat
dari warga makassar khususnya mahasiswa begitu besar.
Di situ (Syi’ah, red) juga ada
kemudahan-kemudahan yang menarik umpamanya saja shalatnya 3 waktu;
Shubuh, Dzuhur dan Ashar digabung, Maghrib dan Isa juga digabung.
Termasuk juga yang menarik mereka bahwa
ada satu hal yang bisa memenuhi naluri dan keinginan mereka kepada
wanita itu tidak perlu terlalu berbelit-belit yaitu dengan pernikahan
yang disebut dengan nikah Mut’ah atau nikah kontrak.
Menurut temuan kami, nikah Mut’ah itu
dilakukan oleh sebagian dari mahasiswa dan mahasiswi di lingkungan
kampus, di Makasar itu kampus yang dikenal itu kan Unhas, UNM, UIN, UMI
jadi di kampus-kampus ini sudah terkontaminasi.
Kami juga ada skripsi yang berjudul
“Perempuan dalam Nikah Mut’ah” penyususn skripsi itu mengambil sampel
dari mahasiswi-mahasiswi yang sudah melaksanakan nikah kontrak.
Di situ dikatakan bahwa wanita ini
memakai jilbab yang cukup bagus, agamanya bagus tetapi dari seorang
temannya di diajak untuk ikut kajian Syi’ah. Setelah dia ikut kajian
Syi’ah maka barulah ia paham bahwa menurut yang dia dengar dalam kajian
itu yang disampaikan begitu menarik, bahwa nikah mut’ah itu adalah
sunnah Nabi dan berpahala melaksanakannya, kalau tidak dilaksanakan
bedosa dan bisa kafir.
Selain kalangan mahasiswa kampus, syi’ar apa yang dilakukan penganut Syi’ah di tengan masyarakat?
Kalau yang nampak itu mereka mengadakan peringatan Asyura, syi’ar mereka itu dilakukan di gedung-gedung.
Mereka juga pintar, kalau ada ulama dari
Iran mereka adakan diskusi dengan mendatangkan Prof. Dr. Qurays Shihab
yang sepertinya dengan mereka cocok-cocok saja, sama Sunni cocok, Syi’ah
juga cocok, mereka sangat senang dengan sikap yang seperti itu, karena
dengan demikian mereka itu sepertinya diberi kebebasan dalam masyarakat.
Apakah maraknya penyebaran paham Syi’ah sudah sangat memprihatikan?
Oh iya, kami ini kan juga anggota MUI
Makasar sebagai anggota Komisi Dakwah itu sangat prihatin karena MUI kan
sudah mengeluarkan tentang rekomendasi tentang mewaspadai masuknya
Syi’ah. Rekomendasinya itu intinya mengatakan; Syi’ah itu ajaran yang
memiliki perbedaan pokok dengan ajaran ahlus sunnah wal jama’ah.
Lalu apa yang dilakukan instansi terkait untuk membendung maraknya paham Syi’ah?
Saya pribadi sebenarnya agak
menyayangkan sikap dari MUI Makasar begitu juga MUI Sulsel, karena
rupanya pikiran mereka itu pikiran yang moderat yang tidak terlalu
memandang bahwa masalah ini adalah masalah yang perlu diperhatikan
karena menganggap bahwa perbedaan ini adalah perbedaan yang sepele saja.
Apalagi di MUI Sulsel, pejabat terasnya
itu sudah diundang ke Iran, sehingga setelah kembali memberi keterangan
bahwa itu tidak begitu prinsip, hanya masalah imamah.
Kami sendiri sudah beberapa kali melapor
ke MUI Sulsel juga MUI Makasar tetapi dibiarkan begitu saja, tidak
direspon. Malah di antara MUI Makasar itu ada di antaranya yang berkata;
“pak ustadz tidak perlu terlalu mengkritik Syi’ah, dia itu kan pusatnya
di Iran, satu-satunya yang berani melawan Amerika dan barat kan Iran,”
itu alasan mereka. Padahal menurut kami itu tidak benar.
Apakah pak Kyai melihat adanya potensi konflik Sunni-Syi’ah seperti di Sampang Madura?
Tidak terutup kemungkinan, kami kan
sering datang menghadap ke berbagai pihak, sudah menghadap ke DPRD, kami
direspon dengan baik, DPRD rencananya akan mengundang UIN Alaudin
Maksar dalam hal rencana pemberian gelar doktor ilmu agama Islam kepada
Jalaludin Rahmat yang merupakan tokoh Syi’ah, di mana pemberian gelar
doktor ini bukan sekedar doktor honoris causa tetapi namanya program by
research. Artinya kang Jalal itu mengadakan penelitian dan menulis
selama 2 tahun kemudian diuji dan bisa mendapat gelar doktor dalam ilmu
agama Islam.
Maka dari itu kami menolak dan kami
sudah menghubungi sekian banyak ulama-ulama, mereka mendukung kami dalam
sikap kami akan hal ini. Sikap kami itu adalah; meminta kepada UIN
Alaudin Makasar kiranya tidak melanjutkan rencana ini, kalau tetap
dilanjutkan kiranya Prof. Jalaludin Rahmat dihadapkan terlebih dahulu ke
MUI Sulsel untuk mempertanggung jawabkan tulisan-tulisannya yang kami
dapat dari buku-bukunya seperti Al Musthafa, Menuju Cinta Ilahi dan
makalahnya, kami mendapati di situ sangat menusuk perasaan keagamaan
kami.
Tulisan seperti apa yang menusuk perasaan keagamaan itu?
Umpamanya dia menulis bahwa Umar bin
Khattab R.A. meragukan kenabian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, para sahabat membantah Nabi, para sahabat merobah-robah agama
dan sengaja mengemukakan dalil untuk menunjukkan bahwa sahabat itu
murtad.
Ada juga pidatonya yang sempat kami
dapatkan yang sangat menjelek-jelekan Aisyah R.A. dianggap bahwa Aisyah
itu sangat pencemburu, sangat licik dan suka membuat makar.
Apa pak Kyai sudah melapor kepada instansi terkait?
Oh iya, pasti dong, kami juga bersama
komponen masyarakat yang lain termasuk FPI, tapi UIN terus berperinsip
bahwa ini adalah kebebasan akdemik yang tidak boleh diintervensi oleh
siapa pun, lalu adalah hak Jalaludin Rahmat itu untuk mengikuti jenjang
pendidikan sesuai dengan yang ia kehendaki karena itu adalah hak
asasinya.
Sedang alasan kami bahwa di dalam ajaran
Islam seseorang itu selalu diperhatikan apa latar belakangnya, bukan
yang penting asal memenuhi syarat akademik. Jalaludin Rahmat yang sudah
sangat mencela-cela para sahabat dan masih banyak lagi.
Selain itu apa bahaya paham Syi’ah bagi umat Islam?
Syi’ah ini dikenal sebagai golongan
pembohong, sejak zaman Imam Syafi’i beliau sudah mewanti-wanti bahwa
yang paling licik dan paling berani berdusta adalah golongan Syi’ah, itu
terbukti dan Jalaludin Rahmat juga pembohong, kami sudah dapat
buktinya.
Harapan apa yang ingin pak Kyai sampaikan?
Kami menghimbau supaya kaum muslimin ini menahan diri, sebab cara kita itu kan serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah. Maka cara-cara yang perlu kita lakukan adalah cara-cara dialog, artinya kita mengajak UIN dialog.
Kami berharap kiranya MUI Pusat bisa
memfasilitasi, mempertemukan kami dengan UIN, UIN mengungkapkan
alasannya kami juga mengungkapkan alasan, lalu diselesaikan dengan
ukhuwah dan kemaslahatan umat.
Kami juga mengharapkan supaya MUI Pusat
memberikan perhatian (tentang permasalahan Syi’ah, red) jangan didiamkan
begitu, MUI Sulsel juga memberikan perhatian begitu juga pihak
kejaksaan dan kepolisian, Departemen Agama Sulsel juga kami sudah
melapor.
Jangan sampai terjadi baru mau
bertindak, karena itu tidak terutup kemungkinan terjadinya kerusuhan di
tengah masyarakat, sebab kami menganggap Jalaludin Rahmat itu sudah
terlalu meresahkan.
Terima kasih atas waktunya pak Kyai, jazaakumullah khoiron, wassalamu’alaikum wr.wb. (Ahmed Widad)
Sumber : http://www.voa-islam.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar